Senin, 12 November 2018


BAB I PENDAHULUAN

Kompetensi mengajar adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh semua tenaga pengajar.  Berbagai  konsep dikemukakan  untuk mengungkap  apa dan bagaimana  kemampuan  yang  harus  dikuasai  oleh  tenaga  pengajar  di  berbagai tingkatan sekolah.   Misalnya, Gagne (1974) mengemukakan bahwa dalam kegiatan belajar mengajar, terdapat tiga kemampuan pokok yang dituntut dari seorang guru yakni: kemampuan dalam merencanakan materi dan kegiatan belajar mengajar, kemampuan  melaksanakan  dan mengelola kegiatan belajar mengajar, serta menilai hasil   belajar   siswa.  Dalam   buku   yang   disusun   oleh   Tim   PPPG   (Proyek Pengembangan Pendidikan Guru) dikemukakan 10 kompetensi mengajar yaitu:
1.   Kemampuan menguasai landasan kependidikan,
2.   Kemampuan menguasai bahan ajaran,
3.   Kemampuan mengelola proses belajar mengajar,
4.   Kemampuan mengelola kelas,
5.   Kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar,
6.   Kemampuan menilai hasil belajar,
7.   Kemampuan mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan.
8.   Kemampuan menyelenggarakan Administrasi Pendidikan,
9.   Kemampuan menggunakan media/sumber belajar, dan
10. Kemampuan menafsirkan hasil penelitian untuk kepentingan  pengajaran.

Sejalan dengan kompetensi yang diuraikan tersebut Stanford University mengembangkan  kemampuan  mengajar  yang  dikenal  dengan  STCAG  (Stanford Teacher Competence Appraisal Guide). Kemampuan mengajar tersebut digolongkan ke dalam empat  kelompok yang meliputi: (1) kelompok kemampuan merencanakan pengajaran, (2) kelompok kemampuan penampilan mengajar,   (3) kemampuan mengevaluasi hasil belajar, dan (4) kemampuan profesionalitas dan kemasyarakatan

Demikian juga dalam Instrumen Penilaian Kemampuan Guru (IPKG)   disebutkan 5 kemampuan pokok guru yaitu kemampuan untuk: (1) merumuskan indikator keberhasilan belajar, (2) memilih dan mengorganisasikan materi, (3) memilih sumber belajar,  (4)  memilih  mengajar  dan  (5)  melakukan  penilaian.    Masih  banyak  lagi model  yang  menggambarkan  kemampuan  dasar  mengajar  ini,  namun  demikian nampak dengan jelas bahwa pada semua profil kemampuan tersebut selalu mencantumkan  dan  mempersyaratkan  kemampuan  tenaga  pengajar  untuk mengevaluasi  hasil belajar, sebab kemampuan  mengevaluasi  hasil belajar memang merupakan kemampuan dasar yang mutlak dimiliki oleh tenaga pengajar.

Mengingat begitu pentingnya penguasaan pengetahuan dan keterampilan dalam mengevaluasi kegiatan dan hasil belajar, maka dalam buku ini secara berurutan akan dibahas   prinsip-prinsip   dasar   serta   langkah-langkah   untuk   mengantarkan   para pendidik  mendalami  pengetahuan  dan  pedoman  tentang  bagaimana  cara mempersiapkan dan melaksanakan evaluasi hasil belajar yang baik.
Pada bagian pertama  ini akan dibahas secara umum hal-hal yang berkenaan dengan prinsip dasar asesmen proses dan hasil belajar, yang meliputi: (1) pengertian asesmen  hasil  belajar,  (2)  tujuan  dilakukannya   asesmen,  (3)  dan  pelaksanaan asesmen hasil belajar. Setelah membaca dan membahas uraian tersebut mahasiswa diharapkan dapat mencapai indikator-indikator keberhasilan yaitu dapat:
1. menjelaskan manfaat mempelajari evaluasi bagi guru;
2. menjelaskan dengan contoh pengertian pengukuran, penilaian dan tes dalam konteks asesmen;
3. menjelaskan fungsi asesmen;
4. menjelaskan tujuan asesmen;
5. menjelaskan prinsip-prinsip asesmen;
6. menjelaskan ruang lingkup asesmen;
7. menjelaskan jenis asesmen; dan
8. menjelaskan teknik asesmen pembelajaran.
BAB II PENGERTIAN PENGUKURAN, PENILAIAN, DAN TES

Proses pembelajaran di kelas diawali dengan  merancang  kegiatan pembelajaran. Salah  satu  aspek  yang  harus  ada  dalam  perencanaan  tersebut  adalah  tujuan pengajaran  sebagai  target  yang  diharapkan  dari proses  belajar  mengajar  dan  cara bagaimana tujuan dan proses belajar mengajar tersebut dapat dicapai dengan efektif. Kemudian  berdasarkan  rencana  dan  tujuan  yang  telah  ditetapkan  dilaksanakan kegiatan pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran selalu muncul pertanyaan, apakah  kegiatan  pengajaran  telah sesuai  dengan  tujuan,  apakah  siswa  telah dapat menguasai materi yang disampaikan, dan apakah proses pembelajaran telah mampu membelajarkan   siswa  secara  efektif  dan  efisien.   Untuk   menjawab   pertanyaan tersebut perlu dilakukan asesmen pembelajaran. Asesmen pembelajaran merupakan bagian  integral  dari keseluruhan  proses  pembelajaran,  sehingga  kegiatan  asesmen harus             dilakukan    pengajar    sepanjang    rentang   waktu   berlangsungnya    proses pembelajaran.  Itulah sebabnya,  kemampuan  untuk melakukan  asesmen  merupakan kemampuan yang dipersyaratkan bagi setiap tenaga pengajar. Hal ini terbukti bahwa dalam semua referensi yang berkaitan dengan tugas pembelajaran, selalu ditekankan pentingnya  kemampuan  melakukan  asesmen  bagi guru dan kemampuan  ini selalu menjadi   salah   satu   indikator   kualitas   kompetensi   guru.     Untuk   menghindari kesalahan  persepsi  dan  agar  guru  dapat  mempersipakan  dan  melakukan  asesmen dengan benar perlu dijelaskan tentang apa sebenarnya pengertian dari asesmen pembelajaran dan bagaimana kesalahan pengertian tersebut biasa terjadi di sekolah.

Pengertian Asesmen Pembelajaran

Secara umum, asesmen dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk dasar pengambilan keputusan tentang siswa baik yang menyangkut kurikulumnya, program pembelajarannya, iklim sekolah maupun kebijakan-kebijakan sekolah. Keputusan tentang  siswa  ini  termasuk  bagaimana  guru  mengelola  pembelajaran  di  kelas, bagaimana guru   menempatkan  siswa pada program- program   pembelajaran  yang berbeda,  tingkatan  tugas-tugas    untuk  siswa  yang sesuai  dengan  kemampuan  dan kebutuhan masing-masing, bimbingan dan penyuluhan, dan saran untuk studi lanjut. Keputusan tentang kurikulum dan program sekolah termasuk pengambilan keputusan tentang  efektifitas  program dan langkah-langkah  untuk meningkatkan  kemampuan siswa dengan pengajaran remidi (remidial teaching). Keputusan untuk kebijakan pendidikan meliputi; kebijakan di tingkat sekolah, kabupaten maupun nasional.
Pembahasan  tentang  kompetensi  untuk  melakukan  asesmen  tentang  siswa  akan meliputi  bagaimana  guru  mengkoleksi  semua  informasi  untuk  membantu  siswa dalam mencapai target pembelajaran  dengan berbagai teknik asesmen, baik teknik yang bersifat formal maupun nonformal, seperti teknik paper and pencil test, unjuk kerja  siswa  dalam  menyelesaikan  pekerjaan  rumah,  tugas-tugas  di  laboratorium maupun keaktifan diskusi selama proses pembelajaran. Semua informasi tersebut dianalisis untuk kepentingan laporan kemajuan siswa.
Asesmen secara sederhana dapat diartikan sebagai  proses pengukuran dan non pengukuran   untuk  memperoleh   data  karakteristik   peserta  didik  dengan  aturan tertentu. Dalam pelaksanaan asesmen pembelajaran, guru akan   dihadapkan pada 3 (tiga)  istilah  yang  sering  dikacaukan  pengertiannya,     atau  bahkan  sering  pula digunakan secara bersama yaitu istilah pengukuran, penilaian dan test.  Untuk lebih jauh bisa memahami pelaksanaan asesmen pembelajaran secara keseluruhan,   perlu dipahami  dahulu  perbedaan  pengertian  dan  hubungan    di  antara  ketiga    istilah tersebut, dan bagaimana penggunaannya dalam  asesmen pembelajaran.

Pengukuran

Secara sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan  untuk  memberikan  angka-angka  pada  suatu  gejala  atau  peristiwa,  atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka.  Alat untuk melakukan pengukuran  ini dapat  berupa  alat ukur standar  seperti  meter,  kilogram,  liter   dan sebagainya, termasuk ukuran-ukuran subyektif yang bersifat relatif, seperti depa, jengkal,  “sebentar  lagi”,  dan  lain-lain.
Dalam  proses  pembelajaran  guru  juga melakukan  pengukuran  terhadap  proses  dan  hasil  belajar  yang  hasilnya  berupa angka-angka  yang  mencerminkan  capaian  dan  proses  dan  hasil  belajar  tersebut. Angka 50, 75, atau 175 yang diperoleh dari hasil pengukuran proses dan hasil pembelajaran tersebut bersifat kuantitatif dan belum dapat memberikan makna apa- apa, karena belum menyatakan  tingkat kualitas dari apa yang diukur. Angka hasil pengukuran  ini biasa  disebut  dengan  skor  mentah.  Angka  hasil  pengukuran  baru mempunyai makna bila dibandingkan dengan kriteria atau patokan tertentu.

Evaluasi

Evaluasi adalah proses pemberian makna atau penetapan kualitas hasil pengukuran  dengan cara membandingkan  angka hasil pengukuran  tersebut dengan kriteria tertentu.   Kriteria   sebagai pembanding  dari proses dan hasil pembelajaran tersebut  dapat ditentukan  sebelum  proses pengukuran   atau dapat pula ditetapkan sesudah  pelaksanaan  pengukuran.  Kriteria  ini  dapat    berupa  proses/kemampuan minimal yang dipersyaratkan, atau batas keberhasilan, dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok dan berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas  kriteria  minimal  yang    telah  ditetapkan  sebelum  pengukuran    dan  bersifat mutlak disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acua Kriteria (PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut dengan Penialain Acuan Norma/ Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR)

Tes

Tes adalah  seperangkat  tugas  yang  harus  dikerjakan  atau   sejumlah  pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan penguasaannya  terhadap  cakupan  materi  yang  dipersyaratkan  dan  sesuai  dengan tujuan pengajaran tertentu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tes merupakan alat ukur yang sering digunakan dalam asesmen pembelajaran disamping alat ukur yang lain.

Dalam melaksanakan  proses asesmen pembelajaran, guru selalu berhadapan dengan konsep-konsep  evaluasi,  pengukuran,  dan  tes  yang  dalam  penerapannya sering dilakukan  secara simultan.  Sebab itu, dalam praktik  ketiganya  sering tidak dirasakan  pemisahannya,  karena melakukan  asesmen berarti telah pula melakukan ketiganya.  Waktu  melaksanakan  asesmen  guru  pasti  telah  menciptakan  alat  ukur berupa tes maupun nontes seperti soal-soal ujian, observasi proses pembelajaran dan sebagainya. Melakukan pengukuran, yaitu mengukur atau memberi angka terhadap proses pembelajaran ataupun pekerjaan siswa sebagai hasil belajar yang merupakan cerminan tingkat penguasaan terhadap materi yang dipersyaratkan, kemudian membandingkan   angka   tersebut dengan kriteria tertentu   yang   berupa   batas penguasaan minimum ataupun berupa kemampuan umum kelompok, sehingga munculah   nilai   yang   mencerminkan   kualitas   proses   dan   hasil pembelajaran. Akhirnya diambillah keputusan oleh guru tentang  kualitas proses dan hasil belajar.

Dengan  uraian  di  atas,  nampak  jelas  hubungan  antara  ketiga  pengertian tersebut    dalam  kegiatan  asesmen  pembelajaran,  meskipun  sering  dilakukan  oleh guru secara simultan. Melakukan asesmen selalu diawali dengan menyusun tes atau nontes sebagai alat ukur,   hasil pengukuran berupa angka bersifat kuantitatif belum bermakna bila tidak dilanjutkan  dengan proses penilaian   dengan membandingkan hasil pengukuran dengan kriteria tertentu sebagai landasan pengambilan  keputusan dalam  pembelajaran.   Sebaliknya,   penilaian   (penentuan   kualitas)   tidak   dapat dilakukan tanpa didahului dengan proses pengukuran.

Jadi, dapat diartikan bahwa asesmen pembelajaran adalah proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk landasan pengambilan keputusan tentang siswa baik yang menyangkut kurikulumnya, program pembelajarannya, iklim sekolah maupun kebijakan-kebijakan sekolah. Keputusan tentang  siswa  ini  termasuk  bagaimana  guru  mengelola  pembelajaran  di  kelas, bagaimana  guru   menempatkan  siswa pada program-program    pembelajaran  yang berbeda, tingkatan tugas-tugas untuk siswa yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing, bimbingan dan penyuluhan,  dan mengarahkan  mereka pada studi lanjut. Keputusan tentang kurikulum dan program sekolah, termasuk pengambilan keputusan tentang efektifitas program ataupun langkah-langkah  untuk meningkatkan  kemampuan  siswa dengan   remidial teaching. Kemudian, keputusan untuk  kebijakan  pendidikan  menyangkut  kebijakan  di tingkat  sekolah,  kabupaten, maupun   nasional.      Sehingga   ketika   pembahasan   tentang   kompetensi   untuk melakukan    asesmen  tentang  siswa  akan  meliputi  bagaimana  guru  mengkoleksi semua  informasi  untuk  membantu  siswa  dalam  mencapai  target  pembelajaran, sehingga  teknik-teknik  asesmen yang digunakan  untuk mengkoleksi  informasi  ini, baik teknik  yang bersifat  formal  maupun  non formal  dengan  mengamati  perilaku siswa dengan menggunakan paper and pencil test, unjuk kerja siswa dalam menyelesaikan  pekerjaan  rumah,  tugas-tugas  di  laboratorium  maupun  keaktifan diskusi  selama  proses  pembelajaran.  Semua  informasi  tersebut  dianalisis  sebagai laporan kemajuan siswa.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa asesmen pembelajaran  bermanfaat untuk:   (1) memberi  penjelasan  secara  lengkap  tentang  target  pembelajaran  yang dapat dijelaskan; sebelum pendidik melakukan asesmen terhadap siswanya terlebih dulu harus mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan siswa, informasi yang dibutuhkan  tentang  pengetahuan,  keterampilan,  dan performa  siswa.  Pengetahuan, keterampilan  dan  performa  siswa  yang  dibutuhkan    dalam  pembelajaran  disebut dengan target atau hasil pembelajaran; (2)  memilih teknik asesmen untuk kebutuhan masing-masing  siswa,  bila  mungkin  guru  dapat  menggunakan  beberapa  indikator keberhasilan  untuk setiap taget pembelajaran; masing masing target pembelajaran memerlukan   pemilihan   teknik   asesmen   yang   berbeda,   misalnya   untuk   dapat melakukan asesmen kemampuan siswa dalam pemecahan masalah dalam matematika tentu akan sangat berbeda dengan kemampuan  membaca  atau mendengarkan,  dan berbeda  pula untuk pemecahan masalah IPS yang memerlukan diskusi; (3) memilih teknik asesmen untuk setiap target pembelajaran,  pemilihan  teknik asesmen  harus didasarkan  pada kebutuhan praktis di lapangan dan efisiensi. Teknik asesmen ini harus dapat mengungkapkan kemampuan khusus serta untuk mengembangkan kemampuan  siswa,  sehingga  ketika  memilih  teknik  asesmen  harus  pula dipertimbangkan manfaatnya untuk umpan balik bagi siswa. Sebab itu, ketika melakukan   interpretasi dari  hasil  asesmen  haruslah  dengan cermat, dengan menghindari berbagai keterbatasan yang bersumber dari subyektifitas pelaksana asesmen.
Dengan   berlandaskan   pada   uraian   di  atas,   Kita dapat   membuat   suatu pemahaman yang lebih pasti  tentang asesmen pembelajaran yaitu:

1)  Asesmen merupakan bagian integral dari proses pembelajaran,  sehingga tujuan asesmen harus sejalan dengan tujuan pembelajaran; sebagai upaya utuk mengumpulkan berbagai informasi dengan berbagai teknik; sebagai bahan pertimbangan  penentuan   tingkat keberhasilan   proses dan hasil pembelajaran; oleh karenanya asesmen hendaknya dilakukan dengan perencanaan yang cermat.

2)  Asesmen harus didasarkan pada tujuan pembelajaran secara utuh dan   memiliki kepastian kriteria keberhasilan, baik kriteria dari keberhasilan proses belajar yang dilakukan siswa, ataupun kriteria keberhasilan dari kegiatan mengajar yang dilakukan oleh pendidik, serta keberhasilan program pembelajaran secara keseluruhan.

3)  Untuk memperoleh  hasil asesmen  yang maksimal  yang dapat menggambarkan proses dan hasil yang sesungguhnya, asesmen dilakukan sepanjang kegiatan pengajaran ditujukan untuk memotivasi dan   mengembangkan   kegiatan belajar anak,   kemampuan   mengajar   guru   dan   untuk   kepentingan   penyempurnaan program pengajaran.

4)  Terkait dengan evaluasi, asesmen pada dasarnya merupakan alat (the means) dan bukan merupakan tujuan (the end),   sehingga asesmen merupakan sarana yang digunakan sebagai alat untuk   melihat   dan menganalisis apakah siswa telah mencapai  hasil belajar yang diharapkan  serta untuk mengetahui  apakah proses pembelajaran telah sesuai dengan tujuan atau masih memerlukan  pengembangan dan perbaikan.

Dalam pelaksanaannya,  asesmen pembelajaran merupakan kegiatan yang berkaitan dengan  mengukur dan menilai aspek psikis yang berupa proses dan hasil belajar yang bersifat abstrak, karena itu asesmen  hendaknya  dilakukan  dengan cermat dan penuh perhitungan  termasuk  memperhatikan  berbagai  keterbatasan sebagai berikut.

a.   Untuk pengukuran suatu konstruk, khususnya konstruk psikologis yang bersifat abstrak  tidak  ada  pendekatan  tunggal  yang  dapat  diberlakukan  dan  diterima secara  universal,   termasuk   dalam  kegiatan   asesmen   yang  bertujuan   untuk mengukur  proses  pembelajaran  dan  pemahaman  siswa  terhadap  seperangkat materi yang dipersyaratkan, maka dalam pelaksanaannya   harus digunakan bermacam pendekatan untuk tujuan yang berbeda-beda dan dilakukan dalam berbagai  kesempatan  sepanjang  rentang  waktu  berlangsungnya  proses pembelajaran.

b.  Pengukuran aspek psikologis termasuk pengukuran  proses  dan  hasil pembelajaran pada umumnya dikembangkan berdasar atas sampel tingkah laku yang terbatas, sehingga untuk dapat menjadi sumber informasi yang akurat, asesmen  dilakukan  dengan  perencanaan  yang  matang  dan  dilakukan  dengan cermat, dengan memperhatikan perolehan sampel yang memadai dari domain tingkah laku dalam pengembangan prosedur dan alat ukur yang baik.

c.   Perlu dipahami bahwa hasil pengukuran dan nilai yang diperoleh dalam asesmen proses dan hasil belajar mengandung kekeliruan. Angka yang diperoleh sebagai hasil pengukuran (dengan menggunakan tes ataupun nontes) berupa: Thrue score + Error,   untuk  itu kegiatan  pengukuran  dalam  prosedur  asesmen  yang  baik harus  dipersiapkan  sedemikian  rupa  sehingga  dapat  memperkecil  kekeliruan (error). Kesalahan  dalam proses asesmen dapat bersumber  dari alat ukur, dari gejala yang diukur, maupun interpretasi terhadap hasil pengukuran tersebut.

d.  Pendefinisian  suatu  satuan  yang  menyangkut  kualitas/kemampuan  psikologis pada skala pengukuran merupakan masalah yang cukup pelik,  mengingat bahwa kenyataan   hasil belajar  merupakan  suatu kualitas  pemahaman  siswa terhadap materi,   sedang   dalam   pelaksanaan   tes  pengukuran   hasil   belajar,   pengajar diharuskan memberikan kuantitas yang berupa angka-angka   pada kualitas dari suatu gejala yang bersifat  abstrak.

e.   Konstruk   psikologis   termasuk   proses   dan   hasil   pembelajaran   tidak   dapat didifinisikan  secara  tunggal  atau  berdiri  sendiri,    tetapi  selalu  berhubungan dengan konstruk yang lain. Dengan demikian dalam   pelaksanaan evaluasi diperlukan adanya kesungguhan dan kecermatan yang tinggi,  sehingga  berbagai keterbatasan-keterbatasan tersebut dapat dikurangi.






















 



















































BAB III FUNGSI, TUJUAN, DAN PRINSIP ASESMEN

Implikasi  dari  pelaksanaan  Peraturan  Pemerintah  No.  19  tahun  2005  tentang Standar   Nasional   Pendidikan   pada   penilaian   adalah   perlunya   penyesuaian terhadap  model  dan  teknik  penilaian  yang  dilaksanakan  di  kelas.  Penilaian  kelas terdiri atas penilaian eksternal dan internal. Penilaian ekternal merupakan penilaian yang dilakukan oleh pihak lain yang tidak melaksanakan proses pembelajaran, yaitu suatu lembaga independen, yang di antaranya mempunyai tujuan sebagai pengendali mutu. Adapun penilaian internal adalah penilaian yang direncanakan dan dilakukan oleh pengajar pada saat proses pembelajaran berlangsung.

Pengembangan sistem penilaian berbasis kompetensi dasar mencakup beberapa hal, yaitu: (1) standar  kompetensi,  adalah  kemampuan  yang harus dimiliki  oleh lulusan dalam setiap mata pelajaran yang memiliki implikasi yang sangat signifikan dalam perencanaan,  metodologi dan pengelolaan  penilaian, (2) kompetensi dasar, adalah  kemampuan  minimal  dalam  rangka  mata  pelajaran  yang  harus  dimiliki lulusan; (3) rencana penilaian, jadwal kegiatan penilaian dalam satu semester dikembangkan bersamaan dengan pengembangan silabus; (4) proses penilaian, pemilihan dan pengembangan  teknik penilaian, sistem pencatatan dan pengelolaan proses; dan (5) proses implementasi menggunakan berbagai teknik penilaian.

Berdasarkan Pedoman Penilaian Kelas Untuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah  yang  dikeluarkan  oleh  Balitbang  Depdiknas  (2006),  dinyatakan  bahwa salah satu penilaian internal yang disyaratkan adalah penilaian kelas. Penilaian kelas merupakan bagian dari penilaian untuk mengetahui hasil belajar siswa terhadap penguasaan kompetensi yang diajarkan oleh pendidik, dan bertujuan untuk menilai tingkat   pencapaian   kompetensi   peserta   didik   yang   dilaksanakan   pada   saat pembelajaran   berlangsung   dan  akhir  pembelajaran.   Penilaian   hasil  belajar   ini dilakukan oleh guru untuk memantau proses, kemajuan, perkembangan hasil belajar peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kemampuan yang diharapkan secara  berkesinambungan.  Penilaian  juga  dapat  memberikan  umpan  balik  kepada guru  agar  dapat  menyempurnakan   perencanaan  dan  proses  pembelajaran. 

Pada bagian ini secara berturut-turut akan dibahas tentang pengertian, fungsi, tujuan dan prinsip  penilaian berbasis kelas.

1.       Penilaian Kelas. Penilaian kelas pada dasarnya merupakan rangkaian   kegiatan pendidik yang terkait  dengan  pengambilan  keputusan  tentang  pencapaian  kompetensi  atau  hasil belajar peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran. Untuk kepentingan itu dilakukan pengumpulan data sebagai informasi akurat untuk pengambilan keputusan. Pengumpulan   data   dengan   prosedur   dan   alat   penilaian   yang   sesuai   dengan kompetensi dasar atau indikator yang akan dinilai yang dalam subunit terdahulu kita sebut dengan asesmen. Dari proses asesmen ini, pendidik akan memperoleh  potret atau profil kemampuan peserta didik dalam mencapai sejumlah standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dirumuskan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) masing-masing sekolah.

Ketika  Kita berdiri  sebagai  seorang  guru,  maka  dalam  melaksanakan  penilaian kelas  Kita harus  paham  bahwa  penilaian  kelas  merupakan  suatu  proses  yang dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, penyusunan alat penilaian, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti untuk menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik, pengolahan,  dan penggunaan  informasi  tentang  hasil belajar peserta didik. Penilaian kelas dilaksanakan melalui berbagai teknik, seperti penilaian unjuk kerja (performance), penilaian sikap, penilaian tertulis (paper and pencil test), penilaian proyek, penilaian produk, penilaian melalui kumpulan hasil kerja peserta didik (portfolio), dan penilaian diri (self assessment).

Sebagai pendidik, Kitaharus dapat mengupayakan agar proses penilaian hasil belajar yang Kita lakukan baik secara formal maupun informal dapat dilaksanakan dalam suasana yang menyenangkan. Hal ini penting diperhatikan sehingga memungkinkan peserta didik secara optimal dapat mengaktualisasikan apa saja yang sudah  dipahami  dan  apa  yang  telah  mampu  dikerjakannya.  Dalam  pelaksanaan penilaian kelas ini pendidik akan membandingkan hasil belajar peserta didik dalam periode waktu tertentu dengan hasil yang dimiliki peserta didik tersebut sebelumnya atau   dengan   kriteria   tertentu   dan   sebaiknya,   hasil   belajar   siswa   ini   tidak dibandingkan  dengan  peserta  didik  lainnya.  Pembandingan  semacam  ini  disebut dengan penilaian acuan patokan atau penilaian acuan kriteria. Mungkin Kita bertanya, mengapa penilaian kelas atau asesmen berbasis kelas ini dianjurkan untuk digunakan. Alasannya adalah karena penilaian kelas mempunyai beberapa keunggulan  yang   tidak dimiliki oleh model asesmen yang lain (sumber Balitbang Depdiknas, 2006), seperti berikut:

a.       Dalam asesmen berbasis kelas, pengumpulan  data sebagai informasi kemajuan belajar baik formal maupun informal harus selalu dilaksanakan  dalam suasana yang menyenangkan,  hal ini   memungkinkan  adanya kesempatan  yang terbaik bagi siswa untuk menunjukkan apa yang dipahami dan mampu dikerjakannya.
b.       Hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik tidak untuk dibandingkan  dengan hasil belajar siswa lain ataupun prestasi kelompok,  tetapi dengan prestasi atau kemampuan yang dimiliki sebelumnya; atau dengan kompetensi yang dipersyaratkan, sehingga dengan demikian siswa tidak terdiskriminasi dalam klasifikasi lulus atau tidak lulus, pintar atau bodoh, bisa masuk ranking berapa, dan sebagainya,  tetapi lebih diarahkan pada fungsi motivasi, dan bantuan agar siswa dapat mencapai kompetensi yang dipersyaratkan.
c.       Pengumpulan  informasi  dalam  asesmen  berbasis  kelas  ini  harus    dilakukan dengan menggunakan variasi  cara, dilakukan secara berkesinambungan sehingga gambaran kemampuan siswa dapat lebih lengkap terdeteksi, dan terpotret secara akurat.
d.       Dalam  pelaksanaannya   siswa  tidak  sekedar  dilatih  memilih  jawaban  yang tersedia,  tetapi lebih dituntut untuk dapat mengeksplorasi  dan memotivasi  diri untuk  mengerahkan  potensinya  dalam  menanggapi  dan  memecahkan  masalah yang dihadapi dengan caranya sendiri dan sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.
e.       Proses pengumpulan informasi untuk dapat menentukan ada tidaknya kemajuan belajar yang dicapai siswa dan perlu tidaknya  siswa diberikan  bantuan  secara terencana,  bertahap,  dan  berkesinambungan,  sehingga  dengan  demikian  siswa diberi kesempatan memperbaiki prestasi belajarnya, dengan pemberian bantuan dan bimbingan yang sesuai.
f.        Penilaian tidak hanya dilaksanakan setelah proses belajar-mengajar (PBM) tetapi dapat  dilaksanakan  ketika  PBM  sedang  berlangsung  (penilaian  proses).  Hasil kerja atau karya siswa yang berbentuk 2 dimensi yang dapat dikumpulkan dalam portofolio dan yang berbentuk 3 dimensi (produk) terutama dihasilkan melalui PBM. Karya tersebut dapat juga bersumber atau berasal dari berbagai kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan sekolah, kegiatan OSIS, kegiatan lomba antar sekolah, bahkan kegiatan hobi pribadi. Dengan demikian, penilaian kelas mengurangi dikhotomi antara PBM dan kegiatan penilaian serta antara kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.
g.       Kriteria penilaian karya siswa dapat dibahas, dikompromikan antara guru dengan para   siswa   sebelum   karya itu mulai dikerjakan; dengan demikian siswa mengetahui kriteria yang akan digunakan dalam penilaian,  agar  berusaha mencapai  harapan (expectations)  (standar yang dituntut)  guru, dan mendorong siswa untuk mengarahkan karya-karya nya sesuai dengan kriteria yang telah disepakati.

2.       Tujuan Asesmen Berbasis kelas. Pertanyaan  yang  kemudian  muncul  untuk  Kita  adalah  apakah  Kita  tahu secara  persis  apakah  sebenarnya  tujuan  dari  penilaian  kelas.  Secara  rinci  tujuan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

a.       Dengan  melakukan  asesmen  berbasis  kelas  ini  pendidik  dapat  mengetahui seberapa jauh siswa dapat mencapai tingkat pencapai kompetensi yang dipersyaratkan, baik selama mengikuti pembelajaran dan setelah proses pembelajaran berlangsung.
b.       Saat melaksanakan asesmen ini, Kita sebagai pendidik juga akan bisa langsung memberikan umpan balik kepada peserta didik, sehingga tidak pelu lagi menunda atau menunggu ulangan semester untuk bisa mengetahui kekuatan dan kelemahannya dalam proses pencapaian kompetensi.
c.       Dalam  asesmen  berbasis  kelas  ini,  Kita  juga  secara  terus  menerus  dapat melakukan pemantauan   kemajuan belajar yang dicapai setiap peserta didik, sekaligus Kita dapat mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami peserta didik sehingga secara tepat dapat menentukan siswa mana yang perlu pengayaan dan siswa yang perlu pembelajaran remedial untuk mencapai kompetensi yang dipersyaratkan.
d.       Hasil pemantauan kemajuan proses dan hasil pembelajaran yang dilakukan terus menerus tersebut juga akan  dapat dipakai sebagai umpan balik bagi Kita  untuk memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan, dan sumber belajar yang digunakan, sesuai dengan kebutuhan materi dan juga kebutuhan siswa.
e.       Hasil-hasil pemantauan tersebut, kemudian dapat Kita jadikan sebagai landasan untuk  memilih  alternatif  jenis  dan  model  penilaian  mana  yang  tepat  untuk digunakan  pada  materi  tertentu  dan pada  mata  pelajaran  tertentu,  yang  sudah barang   tentu   akan   berbeda.   Kita   sebagai   pendidik      yang   tahu   persis pertimbangan pemilihannya.
f.        Hasil dari asesmen ini dapat  pula memberikan informasi kepada orang tua dan komite  sekolah  tentang  efektivitas  pendidikan,  tidak  perlu  menunggu  akhir semester  atau akhir tahun. Komunikasi  antara pendidik,  orang tua dan komite harus dijalin dan dilakukan terus menerus sesuai kebutuhan




3.       Fungsi Asesmen Berbasis kelas. Kita  semua  telah  tahu  bahwa  tugas  pendidik  adalah  mendesain  materi  dan situasi di kelas agar siswa dapat belajar untuk mencapai kompetensi yang dipersyaratkan. Setelah Kita mempelajari apa keunggulan dan tujuan dari asesmen khusunya asesmen berbasis kelas, maka perlu pula diketahui fungsi dari penilaian kelas  tersebut.  Secara  rinci  fungsi  dari  penilaian  kelas  dapat  dijelaskan  sebagai berikut  (Diknas, 2006):

a.       Kalau  tujuan  pembelajaran  adalah    pencapaian  standar  kompetensi  maupun kompetensi  dasar, maka penilaian kelas ini dapat menggambarkan  sejauhmana seorang peserta didik telah menguasai suatu kompetensi.
b.       Asesmen  berbasis  kelas  dapat  berfungsi  pula  sebagai  landasan    pelaksanaan evaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan   program,   pengembangan   kepribadian   maupun   untuk   penjurusan, dalam hal ini terkait erat dengan peran guru sebagai pendidik sekaligus pembimbing.
c.       Sejalan dengan tujuan asesmen yang telah dikemukakan di atas maka salah satu fungsi asesmen berbasis kelas ini adalah menemukan kesulitan belajar dan kemungkinan  prestasi  yang bisa dikembangkan  peserta  didik dan sebagai  alat diagnosis yang membantu pendidik menentukan apakah seorang  siswa perlu mengikuti remedial atau justru memerlukan program pengayaan.
d.       Dengan  demikian  asesmen  juga akan berfungsi  sebagai  upaya pendidik  untuk dapat menemukan  kelemahan  dan kekurangan  proses pembelajaran  yang telah dilakukan  ataupun  yang   sedang  berlangsung.  Temuan  ini selanjutnya    dapat digunakan   sebagai dasar penentuan langkah   perbaikan proses pembelajaran berikutnya, guna peningkatan capaian hasil belajar siswa.
e.       Kesemuanya  dapat  dipakai  sebagai  kontrol  bagi  guru  sebagai  pendidik  dan semua     stake  holder  pendidikan  dalam  lingkup  sekolah  tentang  gambaran kemajuan perkembangan proses dan hasil belajar peserta didik













BAB IV CAKUPAN, JENIS DAN TEKNIK ASESMEN PEMBELAJARAN

Setelah   memahami   pengertian,   tujuan   maupun   fungsi   dari  asesmen,   maka selanjutnya  Kita perlu mencermati  ruang lingkup, jenis dan teknik   asesmen pembelajaran.  Penilaian  hasil  belajar  idealnya  dapat  mengungkap  semua  aspek pembelajaran,  yaitu  aspek  kognitif,  afektif,  dan  psikomotor,  sebab  siswa  yang memiliki  kemampuan  kognitif baik saat diuji , misalnya  dengan paper-and-pencil test belum tentu dapat menerapkan  dengan baik pengetahuannya  dalam mengatasi permasalahan kehidupan (Green, 1975). Penilaian hasil belajar sangat terkait dengan tujuan  yang  ingin  dicapai  dalam  proses  pembelajaran.   Pada  umumnya  tujuan pembelajaran mengikuti pengklasifikasian  hasil belajar yang dilakukan oleh Bloom pada tahun  1956, yaitu  cognitive,  affective  dan psychomotor.  Kognitif  (cognitive) adalah ranah yang menekankan  pada pengembangan  kemampuan  dan ketrampilan intelektual.  Afektif (affective)  adalah ranah yang berkaitan  dengan pengembangan pengembangan    perasaan,    sikap    nilai    dan    emosi,    sedangkan    psikomotor (psychomotor)    adalah   ranah   yang   berkaitan   dengan   kegiatan-kegiatan    atau keterampilan motorik. Kita perlu pula mempelajari jenis dan teknik asesmen ketiga ranah hasil belajar tersebut.

1.       Cakupan Ranah Asesmen.
Cakupan asesmen terkait dengan ranah  hasil   belajar   dalam   konteks Kurikulum   Tingkat   Satuan   Pendidikan   (KTSP)   yang   diberlakukan. Hal  ini merupakan penjabaran dari stándar isi dan stándar kompetensi lulusan. Di dalamnya memuat kompetensi secara utuh yang merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai karakteristik masing-masing mata pelajaran. Muatan dari stándar isi pendidikan   adalah   stándar   kompetensi   dan   kompetensi   dasar.   Satu   stándar kompetensi  terdiri  dari  beberapa  kompetensi  dasar  dan  setiap  kompetensi dasar dijabarkan  ke dalam indikator-indikator  pencapaian  hasil belajar yang dirumuskan atau dikembangkan oleh guru dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi sekolah/daerah masing-masing.  
Indikator-indikator yang dikembangkan tersebut merupakan acuan yang digunakan untuk menilai pencapaian kompetensi dasar bersangkutan.  Teknik penilaian  yang digunakan  harus disesuaikan  dengan karakteristik   indikator, standar   kompetensi   dasar   dan   kompetensi   dasar   yang diajarkan oleh guru. Tidak menutup kemungkinan bahwa satu indikator dapat diukur dengan beberapa teknik penilaian, hal ini karena memuat domain kognitif, afektif, dan psikomotor.
Seperti diuraikan di atas, umumnya tujuan pembelajaran mengikuti pengklasifikasian  hasil belajar yang dilakukan oleh Bloom pada tahun 1956, yaitu cognitive, affective, dan psychomotor. Benjamin Bloom (1956) mengelompokkan kemampuan manusia ke dalam dua ranah (domain) utama yaitu ranah kognitif dan ranah  non-kognitif. Ranah non-kognitif dibedakan menjadi  dua  kelompok,  yaitu ranah afektif dan ranah psikomotor. Setiap ranah diklasifikasikan secara berjenjang mulai dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.

a.       Ranah Kognitif
Dalam  hubungannya  dengan  satuan  pelajaran,  ranah  kognitif  memegang tempat utama, terutama dalam tujuan pengajaran di SD, SMTP, dan SMU. Aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang, yaitu aspek pengetahuan, pemahanan, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.

1)      Pengetahuan   (knowledge),   dalam   jenjang   ini   seseorang   dituntut   dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, fakta atau istilah tanpa harus mengerti  atau  dapat  menggunakannya.  Kata-kata  operasional  yang digunakan, yaitu: mendefinisikan, mendeskripsikan, mengidentifikasikan, mendaftarkan, menjodohkan, menyebutkan, menyatakan dan mereproduksi.
2)      Pemahaman  (comprehension),  kemampuan  ini  menuntut  siswa  memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal lain. Kemampuan ini dijabarkan menjadi tiga, yakni; (a) menterjemahkan, (b) menginterpretasikan, dan (c) mengekstrapolasi. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: memperhitungkan, memperkirakan, menduga, menyimpulkan, membedakan, menentukan, mengisi, dan menarik kesimpulan.
3)      Penerapan (aplication), adalah jenjang kognitif yang menuntut kesanggupan menggunakan  ide-ide  umum,  tata  cara  ataupun  metode-metode,  prinsip-prinsip,   serta   teori-teori   dalam   situasi   baru   dan   konkret.   Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, menemukan, memanipulasikan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan, dan menggunakan.
4)      Analisis (analysis adalah tingkat kemampuan yang menuntut seseorang untuk dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau   komponen    pembentuknya.    Kemampuan    analisis    diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu; (a) analisis unsur, (b) analisis hubungan, (c) analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi. Kata-kata operasional yang umumnya  digunakan  antara  lain:  memperinci,  mengilustrasikan, menyimpulkan, menghubungkan, memilih, dan memisahkan.
5)      Sintesis  (synthesis),      jenjang  ini  menuntut  seseorang  untuk  dapat menghasilkan  sesuatu  yang  baru  dengan  cara  menggabungkan   berbagai faktor. Hasil yang diperoleh dapat berupa: tulisan, rencana atau mekanisme. Kata operasional yang digunakan terdiri dari: mengkatagorikan, memodifikasikan,  merekonstruksikan,  mengorganisasikan,  menyusun, membuat design, menciptakan, menuliskan, dan menceritakan.
6)      Evaluasi (evaluation)  adalah jenjang yang menuntut seseorang untuk dapat menilai  suatu  situasi,  keadaan,  pernyataan,  atau konsep  berdasarkan  suatu kriteria tertentu. Hal penting dalam evaluasi ialah menciptakan kondisi sedemikian  rupa  sehingga  siswa  mampu  mengembangkan  kriteria,  standar atau ukuran untuk mengevaluasi  sesuatu. Kata-kata operasional yang dapat digunakan antara lain: menafsirkan, menentukan, menduga, mempertimbangkan, membenarkan, dan mengkritik.

b.      Ranah Afektif
Secara  umum  ranah  afektif  diartikan  sebagai  internalisasi   sikap  yang menunjuk ke arah pertumbuhan batiniah yang terjadi bila individu menjadi sadar tentang nilai yang diterima dan kemudian mengambil sikap sehingga kemudian menjadi  bagian  dari dirinya  dalam  membentuk  nilai  dan  menentukan  tingkah lakunya. Jenjang kemampuan dalam ranah afektif yaitu:

1)      Menerima (Receiving), diharapkan siswa peka terhadap eksistensi fenomena atau   rangsangan   tertentu.   Kepekaan   ini   diawali   dengan   penyadaran kemampuan  untuk  menerima  dan  memperhatikan.  Kata-kata  operasional yang digunakan antara lain: menanyakan, memilih, mendeskripsikan, memberikan, mengikuti, menyebutkan.
2)      Menjawab (Responding), siswa tidak hanya peka pada suatu fenomena, tetapi juga bereaksi terhadap salah satu cara. Penekanannya  pada kemauan siswa untuk menjawab secara sukarela, membaca tanpa ditugaskan. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: menjawab, membantu,  melakukan, membaca, melaporkan, mendiskusikan, dan menceritakan.
3)      Menilai (valuing),   diharapkan  siswa dapat menilai suatu obyek, fenomena atau  tingkah  laku  tertentu  dengan  cukup  konsisten.  Kata-kata  operasional yang digunakan antara lain; melengkapi, menerangkan, membentuk, mengusulkan, mengambil bagian, memilih, dan mengikuti.
4)      Organisasi (organization),  tingkat ini berhubungan dengan menyatukan nilai- nilai yang berbeda, menyelesaikan/memecahkan  masalah, membentuk suatu sistem nilai. Kata-kata  operasional  yang digunakan  antara lain: mengubah, mengatur, menggabungkan, membandingkan, mempertahankan, menggeneralisasikan, dan memodifikasikan.

c.       Ranah Psikomotor
Berkaitan dengan gerakan tubuh atau bagian-bagiannya mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Perubahan pola gerakan memakan waktu sekurang-kurangnya  30 menit. Kata operasional  untuk aspek psikomotor  harus menunjuk pada aktualisasi kata-kata yang dapat diamati, yang meliputi:

1)      Muscular or motor skill; mempertontonkan gerak, menunjukkan hasil, melompat, menggerakkan, dan menampilkan.
2)      Manipulations of materials or objects; mereparasi, menyusun, membersihkan, menggeser, memindahkan, dan membentuk.
3)      Neuromuscular coordination; mengamati, menerapkan, menghubungkan, menggandeng, memadukan, memasang, memotong, menarik, dan menggunakan. (Poerwanti E., 2001)

Evaluasi terhadap ranah-ranah yang dikemukakan Bloom melalui prosedur tes memiliki beberapa kelebihan, disamping juga memiliki banyak kekurangan, seperti; (1)  setiap  soal  yang  digunakan  dalam  suatu  tes  umumnya  mempunyai  jawaban tunggal, (2) tes hanya berfokus pada skor akhir dan tidak terfokus pada bagaimana siswa memperoleh  jawaban,  (3) tes mengendalikan  pembelajaran  di kelas, (4) tes kurang  mampu  mengungkapkan  bagaimana  siswa berpikir,  (5) kadang-kadang  tes tidak  mampu  menggambarkan  prestasi  sebenarnya  dari  siswa,  dan  (6)  tes  tidak mampu mengukur semua aspek belajar.

Apabila dikaji kembali, hafalan merupakan kemampuan seseorang dalam tingkatan yang paling rendah dalam taksonomi Bloom. Orin A. dan David R. (2001), menyatakan,     dalam  taksonomi   Bloom  kemampuan   seseorang   diklasifikasikan menjadi tingkat tinggi dan tingkat rendah. Tingkat rendah terdiri dari; pengetahuan, pemahaman,  dan  aplikasi,  sedang  kemampuan  tingkat  tinggi    meliputi  analisis, sintesis,  evaluasi,  dan  kreativitas.   Johnson  dan  Harris  (2002)  mengemukakan, berpikir tingkat tinggi terdiri dari berpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kreatif adalah kemampuan melakukan generalisasi dengan menggabungkan,  merubah, atau mengulang-ngulang   kembali   keberadaan   ide-ide   tersebut.   Adapun   kemampuan berpikir  kritis  merupakan  kemampuan  memberikan  rasionalisasi  terhadap  sesuatu dan  mampu  memberikan  penilaian  terhadap  sesuatu  tersebut.  Lemahnya keterampilan  siswa dalam berpikir  bahkan  hanya terampil  dalam menghafal  tidak terlepas dari kebiasaan guru dalam melakukan evaluasi akhir siswa yang hanya mengukur tingkat kemampuan yang rendah saja melalui tes tertulis (paper and pencil test). Siswa yang mempunyai kemampuan berpikir tingkat tinggi jika tidak diberikan kesempatan untuk mengembangkan dan tidak diarahkan maka kemampuannya tidak dapat berkembang.

Berkaitan dengan kegiatan asesmen, perlu dipahami implikasi dari penerapan standar  kompetensi  pada  proses  penilaian  yang  dilakukan  oleh  guru,  baik  yang bersifat formatif maupun sumatif harus menggunakan acuan kriteria. Untuk itu dalam menerapkan   standar   kompetensi   harus   dikembangkan   penilaian   berkelanjutan (continous authentic assessment) yang menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi. Guru diberi kebebasan merancang pembelajarannya dan melakukan penilaian  (assesment)  terhadap  prestasi  siswa  termasuk  di  dalamnya  merancang sistem pengujiannya. Permasalahan ini akan dibahas tersendiri pada Unit 5. Paparan tersebut dapat dicermati dalam Tabel berikut yang menggambarkan  pengertian dan cakupan dari ranah asesmen (Depdiknas, 2004).


Tingkatan Domain Kognitif


Tingkat
Deskripsi
I. Pengetahuan
Arti: Pengetahuan terhadap fakta, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, rumus, teori, dan kesimpulan.

Contoh kegiatan belajar: mengemukakan arti, menamakan, membuat daftar, menentukan lokasi, mendeskripsikan sesuatu, menceritakan apa yang terjadi, menguraikan apa yang terjadi.
II. Pemahaman
Arti: Pengertian terhadap hubungan antar-faktor, antar konsep, dan antar-data, hubungan sebab-akibat, dan penarikan kesimpulan.

Contoh kegiatan belajar: mengungkapkan gagasan/pendapat dengan kata-kata sendiri, membedakan, membandingkan, mengintepretasi data, mendiskripsikan dengan kata-kata sendiri, menjelaskan gagasan pokok, menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri.
III. Aplikasi
Arti: menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah atau menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari.

Contoh kegiatan belajar: menghitung kebutuhan, melakukan percobaan, membuat peta, membuat model, merancang strategi.
IV. Analisis
Arti: Menentukan bagian-bagian dari suatu masalah, penyelesaian, atau gagasan dan menunjukkan hubungan antar-bagian tersebut.

Contoh kegiatan belajar: mengidentifikasi faktor penyebab, merumuskan masalah, mengajukan pertanyaan untuk memperoleh informasi, membuat grafik, mengkaji ulang.
V. Sintesis
Arti: menggabungkan  berbagai informasi menjadi satu kesimpulan atau konsep atau meramu/merangkai berbagai gagasan menjadi suatu hal yang baru.

Contoh   kegiatan   belajar:   membuat   desain,   mengarang   komposisi   lagu, menemukan solusi masalah, memprediksi, merancang model mobil-mobilan, pesawat sederhana, menciptakan produk baru.
VI. Evaluasi
Arti:  Mempertimbangkan dan menilai benar-salah, baik-buruk, bermanfaat-tak bermanfaat.

Contoh kegiatan belajar: mempertahankan pendapat, beradu argumentasi, memilih solusi yang lebih baik, menyusun kriteria penilaian, menyarankan


Asesmen pembelajaran di SD     1 - 27




Tingkat
Deskripsi

perubahan, menulis laporan, membahas suatu kasus, menyarankan strategi baru.

Tingkatan Domain Afektif

Tingkat
Deskripsi
I.     Penerimaan
(Receiving)
Arti: Kepekaan (keinginan menerima/memperhatikan) terhadap fenomena dan stimuli atau menunjukkan perhatian yang terkontrol dan terseleksi.

Contoh  kegiatan  belajar:  sering  mendengarkan   musik,  senang  membaca puisi, senang mengerjakan soal matematika, ingin menonton sesuatu, senang membaca cerita, senang menyanyikan lagu.
II.    Responsi
(Responding)
Arti:  Menunjukkan perhatian aktif, melakukan sesuatu dengan/tentang fenomena, setuju, ingin, puas meresponsi (menanggapi).

Contoh  kegiatan  belajar:  mentaati  aturan,  mengerjakan   tugas, mengungkapkan perasaan, menanggapi pendapat, meminta maaf atas kesalahan,   mendamaikan   orang   yang  bertengkar,   menunjukkan   empati, menulis puisi, melakukan renungan, melakukan introspeksi.
III.   Acuan nilai
(Valuing)
Arti: Menunjukkan konsistensi perilaku yang mengandung nilai, Termotivasi berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang pasti, Tingkatan: menerima, lebih menyukai, dan menunjukkan komitmen terhadap suatu nilai.

Contoh kegiatan belajar: mengapresiasi seni, menghargai peran, menunjukkan keprihatinan, menunjukkan alasan perasaan jengkel, mengoleksi kaset lagu, novel, atau barang antik, melakukan upaya pelestarian lingkungan hidup, menunjukkan simpati kepada korban pelanggaran HAM, menjelaskan alasan senang membaca novel.
IV.    Organisasi
Arti: Mengorganisasi nilai-nilai yang relevan ke dalam satu sistem, Menentukan saling hubungan antar nilai, Memantapkan suatu nilai yang dominan dan diterima di mana-mana.

Tingkatan:  Konseptualisasi suatu nilai dan Organisasi suatu sistem nilai.

Contoh kegiatan belajar: bertanggung jawab terhadap perilaku, menerima kelebihan dan kekurangan pribadi, membuat rancangan hidup masa depan, merefleksi pengalaman dalam hal tertentu, membahas cara melestarikan lingkungan hidup, merenungkan makna ayat kitab suci bagi kehidupan.
V.     Karakterisasi
(menjadi karakter)
Arti: Suatu nilai/sistem nilai telah menjadi karakter, Nilai-nilai tertentu telah mendapat tempat dalam hirarki nilai individu, diorganisasi secara konsisten, dan telah mampu mengontrol tingkah laku individu.





Tingkat
Deskripsi


Contoh kegiatan belajar: rajin, tepat waktu, berdisiplin diri, mandiri dalam bekerja secara independen, objektif dalam memecahkan masalah, mempertahankan pola hidup sehat, menilai masih pada fasilitas umum dan mengajukan saran perbaikan, menyarankan pemecahan masalah HAM, menilai kebiasaan konsumsi, dan mendiskusikan cara-cara menyelesaikan konflik antar-teman.

Tingkatan Domain Psikomotor

Tingkat
Deskripsi
I.     Gerakan refleks
Arti: Gerakan refleks adalah basis semua perilaku bergerak, Responsi terhadap stimulus tanpa sadar, misalnya: melompat, menunduk, berjalan, menggerakkan leher dan kepala,  menggenggam, memegang.

Contoh kegiatan belajar: mengupas mangga dengan pisau, memotong dahan bunga, menampilkan ekspresi yang berbeda, meniru gerakan polisi lalu lintas, juru parkir, meniru gerakan daun berbagai tumbuhan yang diterpa angin.
II.    Gerakan dasar (Basic fundamental movements)
Arti:  Gerakan ini muncul tanpa latihan tapi dapat diperhalus melalui praktik, Gerakan ini terpola dan dapat ditebak.

Contoh kegiatan belajar:
Contoh gerakan tak berpindah; bergoyang, membungkuk, merentang, mendorong, menarik, memeluk, berputar.
Contoh gerakan berpindah: merangkak, maju perlahan-lahan, meluncur, berjalan, berlari, meloncat-loncat, berputar mengitari, memanjat.
Contoh gerakan manipulasi: menyusun balok/blok, menggunting, menggambar dengan crayon, memegang dan melepas objek, blok, atau mainan.
Keterampilan gerak tangan dan jari-jari: memainkan bola, menggambar.
III.   Gerakan persepsi (Perceptual abilities)
Arti: Gerakan sudah lebih meningkat karena dibantu kemampuan perseptual.

Contoh kegiatan belajar: menangkap bola, mendrible bola, melompat dari satu petak ke petak lain dengan 1 kali sambil menjaga keseimbangan, memilih satu objek kecil dari sekelompok objek yang ukurannya bervariasi, membaca, melihat terbangnya bola pingpong, melihat gerak pendulum, menggambar simbol geometri, menulis alfabet, mengulangi pola gerak tarian, memukul bola tenis, pingpong, membedakan bunyi beragam alat musik, membedakan suara berbagai binatang, mengulangi ritme lagu yang pernah didengar, membedakan berbagai tekstur dengan meraba.





Tingkat
Deskripsi


IV.   Gerakan kemampuan fisik (Psysical abilities)
Arti: Gerak lebih efisien, Berkembang melalui kematangan dan belajar.

Contoh kegiatan  belajar: menggerakkan  otot/sekelompok  otot selama waktu tertentu,  berlari  jauh,  mengangkat  beban,  menarik-mendorong,   melakukan push-ups, kegiatan memperkuat  lengan, kaki, dan perut, menari, melakukan senam, melakukan gerak pesenam, pemain biola, pemain bola.
V.    Gerakan terampil (Skilled movements)
Arti: Dapat mengontrol berbagai tingkatan gerak, terampil, tangkas, cekatan melalukan gerakan yang sulit dan rumit (kompleks).

Contoh kegiatan belajar: melakukan gerakan terampil berbagai cabang olahraga, menari, berdansa, membuat kerajinan tangan, menggergaji, mengetik, bermain piano, memanah, skating, melakukan gerak, akrobatik, melakukan koprol yang sulit.
VI.Gerakan indah dan kreatif (Non- discursive communication)
Arti: Mengkomunikasikan  perasaan melalui gerakan, Gerak estetik: gerakan- gerakan  terampil  yang  efisien  dan  indah,  Gerak  kreatif:  gerakan-gerakan pada tingkat tertinggi untuk mengkomunikasikan  peran.

Contoh kegiatan belajar: kerja seni yang bermutu (membuat patung, melukis, menari balet, melakukan senam tingkat tinggi, bermain drama (acting), keterampilan olahraga tingkat tinggi.


2.    Asesmen  sebagai dasar Evaluasi

Skor yang diperoleh sebagai hasil pengukuran hasil belajar dalam pelaksanaan asesmen   seringkali   belum   bisa   memberikan   makna   secara   optimal,   sebelum diberikan  kualitas  dengan  membandingkan  skor hasil pengukuran  tersebut  dengan kriteria tertentu. Kriteria atau pendekatan dalam evaluasi hasil belajar dapat berupa kriteria  yang  bersifat  mutlak,  kriteria  relatif  atau  kriteria  performance.  Meskipun dalam pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi ditegaskan penggunaan Acuan Kriteria,  tidaklah  salah bila Kita sebagai pendidik  mengetahui  juga kriteria yang lain.

a.     Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK)
Penilaian  Acuan  Patokan  didasarkan  pada  kriteria  baku/mutlak,  yaitu kriteria yang telah ditetapkan sebelum pelaksanaan ujian dengan menetapkan batas lulus atau minimum passing level. Dengan pendekatan ini begitu koreksi dilakukan, pengajar segera dapat mengambil keputusan lulus atau tidak lulus serta nilai diperoleh. Dalam pendekatan kriteria dituntut penanganan yang lebih detail dan terencana  sebelum proses pengajaran  berlangsung,  pengajar  harus telah mengkomunikasikan cakupan materi pengajaran dan kriteria keberhasilan serta  kompetensi  yang  harus  dikuasai  peserta  didik  yang  tercermin  dalam tujuan pengajaran atau Indikator pencapaian.

b.       Penilaian Acuan Norma atau Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR)
Penilaian Acuan Norma didasarkan pada kriteria relatif, yakni pada kemampuan kelompok pada umumnya. Sehingga lulus dan tidaknya peserta uji yang ditunjukkan  dengan kategori  nilai A, B, C bergerak  dalam batas yang relatif. Pada prinsipnya pendekatan norma menggunakan hukum yang ada pada kurva normal, yang dibentuk dengan mengikutsertakan semua skor hasil pengukuran   yang   diperoleh.   Penentuan   prestasi   dan   kedudukan   siswa didasarkan  pada Mean (rerata) dan Standard  Deviasi (simpangan  baku) dari keseluruhan  skor yang diperoleh  sekelompok  mahasiswa,  sehingga penilaian dan penetapan kriteria  baru dapat ditetapkan setelah koreksi selesai dilakukan.

c.       Penilaian dengan Pendekatan Performa (Performance)
Pendekatan ini didasarkan pada performansi mahasiswa sebelumnya, sehingga    lebih  diarahkan  pada  pembinaan  kemajuan  belajar  dari waktu  ke waktu, untuk itu  sangat diperlukan informasi tentang kemampuan awal siswa serta   potensi   dasar   yang   dimiliki.   Pendekatan   ini   sangat   cocok   untuk pelaksanaan  pengajaran  remedial  atau  untuk  latihan  keterampilan  tertentu dimana  dalam  kegiatan  semacam  ini  kemajuan  anak  dari  waktu  ke  waktu sangat perlu untuk diikuti dan dipantau secara teliti.
Masing-masing  acuan  penilaian  memiliki  kekurangan  dan  kelebihan. Dalam  pelaksanaan,  pengajar  dapat  menentukan  sendiri  kriteria  mana  yang dipilih dengan mempertimbangkan berbagai faktor terutama kondisi kelompok peserta uji, sistem pendidikan  yang ada, tingkat kemampuan  yang diungkap, tujuan penilaian dan berbagai pertimbangan lain sesuai dengan situasi kondisi.

3.       Jenis-jenis Evaluasi
Jenis evaluasi selalu dikaitkan dengan fungsi dan tujuan evaluasi.   Ada bermacam jenis evaluasi yang secara garis besar setidaknya dapat dibagi menjadi 5 jenis yaitu :

a.       Evaluasi Formatif, yakni penilaian yang dilaksanakan pada setiap akhir pokok bahasan,   tujuannya   untuk   mengetahui   tingkat penguasaan  siswa terhadap pokok bahasan tertentu. Informasi dari evaluasi formatif dapat dipakai sebagai umpan balik  bagi pengajar mengenai proses pengajaran.
b.       Evaluasi Sumatif, yaitu  penilaian yang dilakukan pada akhir satuan program tertentu,  (catur  wulan,  semester  atau tahun  ajaran),  tujuannya  untuk  melihat prestasi  yang  dicapai  peserta  didik  selama  satu  program  yang  secara  lebih khusus   hasilnya   akan   merupakan   nilai   yang   tertulis   dalam   raport   dan penentuan kenaikan kelas.
c.       Evaluasi Diagnostik, yaitu penilaian yang dilakukan untuk melihat kelemahan siswa dan faktor-faktor  yang diduga  menjadi  penyebabnya,  dilakukan  untuk keperluan  pemberian  bimbingan  belajar  dan  pengajaran  remidial,  sehingga aspek yang dinilai meliputi kemampuan belajar, aspek-aspek yang melatarbelakangi   kesulitan belajar yang dialami anak serta berbagai kondisi khusus siswa.
d.       Evaluasi penempatan (placement), yaitu penilaian yang ditujukan untuk menempatkan siswa sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya, misalnya dalam pemilihan  jurusan  atau  menempatkan  anak  pada kerja kelompok  dan pemilihan kegiatan tambahan. Aspek yang dinilai meliputi bakat, minat, kesanggupan,   kondisi  phisik,  kemampuan   dasar,  keterampilan   dan  aspek khusus yang berhubungan dengan proses pengajaran.
e.       Evaluasi  Seleksi,  yakni  penilaian   yang  ditujukan   untuk  menyaring   atau memilih  orang yang paling tepat pada kedudukan atau posisi tertentu. Evaluasi ini dilakukan kapan saja diperlukan. Aspek yang dinilai dapat beraneka ragam disesuaikan dengan tujuan seleksi, sebab tujuannya adalah memilih calon untuk posisi  tertentu,  karena  itu  analisis  dari  evaluasi  ini  biasanya  menggunakan kriteria yang bersifat relatif atau berdasar norma kelompok.

4.       Pelaksanaan Asesmen dan Penilaian  Hasil Belajar

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19, Tahun 2005 (PP No. 19/2005), penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas; (1) penilaian  hasil  belajar  oleh  pendidik,  (2)  penilaian  hasil  belajar  oleh  satuan pendidikan, dan (3) penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.

a.     Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan  kenaikan  kelas.  Penilaian  oleh  pendidik  ini  digunakan  untuk  (1) menilai pencapaian kompetensi peserta didik, (b) bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan (c) memperbaiki proses pembelajaran.

b.       Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian   standar   kompetensi   lulusan   untuk   semua   mata   pelajaran. Penilaian hasil belajar ini berlaku untuk mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran  agama  dan  akhlak  mulia,  kelompok  mata  pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok  mata  pelajaran  jasmani,  olah  raga,  dan  kesehatan  merupakan penilaian akhir untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.

Penilaian  akhir mempertimbangkan  hasil penilaian  peserta didik oleh pendidik. Dilaksanakan untuk semua mata pelajaran pada kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui ujian sekolah/madrasah  untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.   Untuk dapat mengikuti  ujian  sekolah/madrasah,  peserta  didik  harus  mendapatkan  nilai yang  sama  atau  lebih  besar  dari  nilai  batas  ambang  kompetensi   yang dirumuskan  oleh  BSNP  pada  kelompok  mata  pelajaran  agama  dan  akhlak mulia,  kelompok  mata  pelajaran  kewarganegaraan  dan  kepribadian, kelompok  mata pelajaran  estetika,  serta kelompok  mata pelajaran  jasmani, olah raga, dan kesehatan.

c.       Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah
Penilaian   hasil   belajar   oleh   pemerintah   bertujuan   untuk   menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok  mata pelajaran ilmu pengetahuan  teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional.   Ujian nasional dilakukan secara obyektif, berkeadilan, akuntabel, dan diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya  dua  kali  dalam  satu  tahun  pelajaran. Penyelenggaraannya  oleh pemerintah  diserahkan  kepada  BSNP.
Hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk:
a.   pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan;
b.   dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
c.   penentuan   kelulusan   peserta   didik   dari   program   dan/atau   satuan pendidikan;
d.   pembinaan  dan  pemberian  bantuan  kepada  satuan  pendidikan  dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.

5.       Teknik Asesmen

Dilihat dari tekniknya, asesmen proses dan  hasil belajar dibedakan menjadi dua  macam  yaitu  dengan    Teknik  Tes  dan  Non  Tes  namun  pada  umumnya pengajar lebih banyak menggunakan tes sebagai alat ukur dengan rasional bahwa tingkat obyektivitas evaluasi lebih terjamin, hal ini tidak sepenuhnya benar. Kita bisa lebih jauh mencermati  pada unit-unit selanjutnya.

a.       Teknik tes  adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan oleh orang yang dites,  dan  berdasarkan  hasil  menunaikan  tugas-tugas  tersebut,  akan  dapat ditarik kesimpulan  tentang aspek tertentu pada orang tersebut. Tes sebagai alat ukur sangat banyak macamnya dan   luas penggunaannya.
b.       Teknik  nontes  dapat  dilakukan  dengan  observasi  baik  secara  langsung ataupun  tak  langsung,  angket  ataupun  wawancara.  Dapat  pula  dilakukan dengan   Sosiometri,   teknik   non   tes   digunakan   sebagai   pelengkap   dan digunakan sebagai pertimbangan tambahan dalam pengambilan keputusan penentuan kualitas hasil belajar, teknik ini dapat bersifat lebih menyeluruh pada semua aspek kehidupan  anak. Dalam KBK teknik nontes disarankan untuk  banyak  digunakan.



DAFTAR PUSTAKA

Sudiyono, A. (1996). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:  PT Raja  GrafindoPersada.
Brookhart, Susan M. and Anthony, Nitko J.(2007). Educational Assesment of Student. Fifth edition. New Jersey:  Meril Prentice Hall.
Balitbang   Depdiknas.   (2006).      Panduan   Penilaian   Berbasis   Kelas.   Jakarta: Depdiknas.
Poerwanti, E. (2001). Evaluasi pembelajaran, Modul Akta mengajar. UMM Press. Koufman, R. and  Thomas S. (1990).  Evaluations Without Fear. New York: A. Division of Franklin Watts.
Arikunto, S. (2002).  Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Silverius, S. (2001). Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik. Jakarta: Gramedia Widya  Sarana.




0 comments:

Posting Komentar

Blog Archive

Popular Posts