BAB I PENDAHULUAN
Kompetensi mengajar adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh semua tenaga pengajar. Berbagai konsep dikemukakan untuk mengungkap apa dan bagaimana kemampuan yang harus dikuasai oleh tenaga pengajar di berbagai tingkatan sekolah. Misalnya, Gagne (1974) mengemukakan bahwa dalam kegiatan belajar mengajar, terdapat tiga kemampuan pokok yang dituntut dari seorang guru yakni: kemampuan dalam merencanakan materi dan kegiatan belajar mengajar, kemampuan melaksanakan dan mengelola kegiatan belajar mengajar, serta menilai hasil belajar siswa. Dalam buku yang disusun oleh Tim PPPG (Proyek Pengembangan Pendidikan Guru) dikemukakan 10 kompetensi mengajar yaitu:
1. Kemampuan menguasai landasan kependidikan,
2. Kemampuan menguasai bahan ajaran,
3. Kemampuan mengelola proses belajar mengajar,
4. Kemampuan mengelola kelas,
5. Kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar,
6. Kemampuan menilai hasil belajar,
7. Kemampuan mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan.
8. Kemampuan menyelenggarakan Administrasi Pendidikan,
9. Kemampuan menggunakan media/sumber belajar, dan
10. Kemampuan menafsirkan hasil penelitian untuk kepentingan pengajaran.
Sejalan dengan kompetensi yang diuraikan tersebut Stanford University mengembangkan kemampuan mengajar yang dikenal dengan STCAG (Stanford Teacher Competence Appraisal Guide). Kemampuan mengajar tersebut digolongkan ke dalam empat kelompok yang meliputi: (1) kelompok kemampuan merencanakan pengajaran, (2) kelompok kemampuan penampilan mengajar, (3) kemampuan mengevaluasi hasil belajar, dan (4) kemampuan profesionalitas dan kemasyarakatan
Demikian juga dalam Instrumen Penilaian Kemampuan Guru (IPKG) disebutkan 5 kemampuan pokok guru yaitu kemampuan untuk: (1) merumuskan indikator keberhasilan belajar, (2) memilih dan mengorganisasikan materi, (3) memilih sumber belajar, (4) memilih mengajar dan (5) melakukan penilaian. Masih banyak lagi model yang menggambarkan kemampuan dasar mengajar ini, namun demikian nampak dengan jelas bahwa pada semua profil kemampuan tersebut selalu mencantumkan dan mempersyaratkan kemampuan tenaga pengajar untuk mengevaluasi hasil belajar, sebab kemampuan mengevaluasi hasil belajar memang merupakan kemampuan dasar yang mutlak dimiliki oleh tenaga pengajar.
Mengingat begitu pentingnya penguasaan pengetahuan dan keterampilan dalam mengevaluasi kegiatan dan hasil belajar, maka dalam buku ini secara berurutan akan dibahas prinsip-prinsip dasar serta langkah-langkah untuk mengantarkan para pendidik mendalami pengetahuan dan pedoman tentang bagaimana cara mempersiapkan dan melaksanakan evaluasi hasil belajar yang baik.
Pada bagian pertama ini akan dibahas secara umum hal-hal yang berkenaan dengan prinsip dasar asesmen proses dan hasil belajar, yang meliputi: (1) pengertian asesmen hasil belajar, (2) tujuan dilakukannya asesmen, (3) dan pelaksanaan asesmen hasil belajar. Setelah membaca dan membahas uraian tersebut mahasiswa diharapkan dapat mencapai indikator-indikator keberhasilan yaitu dapat:
1. menjelaskan manfaat mempelajari evaluasi bagi guru;
2. menjelaskan dengan contoh pengertian pengukuran, penilaian dan tes dalam konteks asesmen;
3. menjelaskan fungsi asesmen;
4. menjelaskan tujuan asesmen;
5. menjelaskan prinsip-prinsip asesmen;
6. menjelaskan ruang lingkup asesmen;
7. menjelaskan jenis asesmen; dan
8. menjelaskan teknik asesmen pembelajaran.
BAB II PENGERTIAN PENGUKURAN, PENILAIAN, DAN TES
Proses pembelajaran di kelas diawali dengan merancang kegiatan pembelajaran. Salah satu aspek yang harus ada dalam perencanaan tersebut adalah tujuan pengajaran sebagai target yang diharapkan dari proses belajar mengajar dan cara bagaimana tujuan dan proses belajar mengajar tersebut dapat dicapai dengan efektif. Kemudian berdasarkan rencana dan tujuan yang telah ditetapkan dilaksanakan kegiatan pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran selalu muncul pertanyaan, apakah kegiatan pengajaran telah sesuai dengan tujuan, apakah siswa telah dapat menguasai materi yang disampaikan, dan apakah proses pembelajaran telah mampu membelajarkan siswa secara efektif dan efisien. Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dilakukan asesmen pembelajaran. Asesmen pembelajaran merupakan bagian integral dari keseluruhan proses pembelajaran, sehingga kegiatan asesmen harus dilakukan pengajar sepanjang rentang waktu berlangsungnya proses pembelajaran. Itulah sebabnya, kemampuan untuk melakukan asesmen merupakan kemampuan yang dipersyaratkan bagi setiap tenaga pengajar. Hal ini terbukti bahwa dalam semua referensi yang berkaitan dengan tugas pembelajaran, selalu ditekankan pentingnya kemampuan melakukan asesmen bagi guru dan kemampuan ini selalu menjadi salah satu indikator kualitas kompetensi guru. Untuk menghindari kesalahan persepsi dan agar guru dapat mempersipakan dan melakukan asesmen dengan benar perlu dijelaskan tentang apa sebenarnya pengertian dari asesmen pembelajaran dan bagaimana kesalahan pengertian tersebut biasa terjadi di sekolah.
Pengertian Asesmen Pembelajaran
Secara umum, asesmen dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk dasar pengambilan keputusan tentang siswa baik yang menyangkut kurikulumnya, program pembelajarannya, iklim sekolah maupun kebijakan-kebijakan sekolah. Keputusan tentang siswa ini termasuk bagaimana guru mengelola pembelajaran di kelas, bagaimana guru menempatkan siswa pada program- program pembelajaran yang berbeda, tingkatan tugas-tugas untuk siswa yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing, bimbingan dan penyuluhan, dan saran untuk studi lanjut. Keputusan tentang kurikulum dan program sekolah termasuk pengambilan keputusan tentang efektifitas program dan langkah-langkah untuk meningkatkan kemampuan siswa dengan pengajaran remidi (remidial teaching). Keputusan untuk kebijakan pendidikan meliputi; kebijakan di tingkat sekolah, kabupaten maupun nasional.
Pembahasan tentang kompetensi untuk melakukan asesmen tentang siswa akan meliputi bagaimana guru mengkoleksi semua informasi untuk membantu siswa dalam mencapai target pembelajaran dengan berbagai teknik asesmen, baik teknik yang bersifat formal maupun nonformal, seperti teknik paper and pencil test, unjuk kerja siswa dalam menyelesaikan pekerjaan rumah, tugas-tugas di laboratorium maupun keaktifan diskusi selama proses pembelajaran. Semua informasi tersebut dianalisis untuk kepentingan laporan kemajuan siswa.
Asesmen secara sederhana dapat diartikan sebagai proses pengukuran dan non pengukuran untuk memperoleh data karakteristik peserta didik dengan aturan tertentu. Dalam pelaksanaan asesmen pembelajaran, guru akan dihadapkan pada 3 (tiga) istilah yang sering dikacaukan pengertiannya, atau bahkan sering pula digunakan secara bersama yaitu istilah pengukuran, penilaian dan test. Untuk lebih jauh bisa memahami pelaksanaan asesmen pembelajaran secara keseluruhan, perlu dipahami dahulu perbedaan pengertian dan hubungan di antara ketiga istilah tersebut, dan bagaimana penggunaannya dalam asesmen pembelajaran.
Pengukuran
Secara sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Alat untuk melakukan pengukuran ini dapat berupa alat ukur standar seperti meter, kilogram, liter dan sebagainya, termasuk ukuran-ukuran subyektif yang bersifat relatif, seperti depa, jengkal, “sebentar lagi”, dan lain-lain.
Dalam proses pembelajaran guru juga melakukan pengukuran terhadap proses dan hasil belajar yang hasilnya berupa angka-angka yang mencerminkan capaian dan proses dan hasil belajar tersebut. Angka 50, 75, atau 175 yang diperoleh dari hasil pengukuran proses dan hasil pembelajaran tersebut bersifat kuantitatif dan belum dapat memberikan makna apa- apa, karena belum menyatakan tingkat kualitas dari apa yang diukur. Angka hasil pengukuran ini biasa disebut dengan skor mentah. Angka hasil pengukuran baru mempunyai makna bila dibandingkan dengan kriteria atau patokan tertentu.
Evaluasi
Evaluasi adalah proses pemberian makna atau penetapan kualitas hasil pengukuran dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau dapat pula ditetapkan sesudah pelaksanaan pengukuran. Kriteria ini dapat berupa proses/kemampuan minimal yang dipersyaratkan, atau batas keberhasilan, dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok dan berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acua Kriteria (PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut dengan Penialain Acuan Norma/ Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR)
Tes
Tes adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan penguasaannya terhadap cakupan materi yang dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tes merupakan alat ukur yang sering digunakan dalam asesmen pembelajaran disamping alat ukur yang lain.
Dalam melaksanakan proses asesmen pembelajaran, guru selalu berhadapan dengan konsep-konsep evaluasi, pengukuran, dan tes yang dalam penerapannya sering dilakukan secara simultan. Sebab itu, dalam praktik ketiganya sering tidak dirasakan pemisahannya, karena melakukan asesmen berarti telah pula melakukan ketiganya. Waktu melaksanakan asesmen guru pasti telah menciptakan alat ukur berupa tes maupun nontes seperti soal-soal ujian, observasi proses pembelajaran dan sebagainya. Melakukan pengukuran, yaitu mengukur atau memberi angka terhadap proses pembelajaran ataupun pekerjaan siswa sebagai hasil belajar yang merupakan cerminan tingkat penguasaan terhadap materi yang dipersyaratkan, kemudian membandingkan angka tersebut dengan kriteria tertentu yang berupa batas penguasaan minimum ataupun berupa kemampuan umum kelompok, sehingga munculah nilai yang mencerminkan kualitas proses dan hasil pembelajaran. Akhirnya diambillah keputusan oleh guru tentang kualitas proses dan hasil belajar.
Dengan uraian di atas, nampak jelas hubungan antara ketiga pengertian tersebut dalam kegiatan asesmen pembelajaran, meskipun sering dilakukan oleh guru secara simultan. Melakukan asesmen selalu diawali dengan menyusun tes atau nontes sebagai alat ukur, hasil pengukuran berupa angka bersifat kuantitatif belum bermakna bila tidak dilanjutkan dengan proses penilaian dengan membandingkan hasil pengukuran dengan kriteria tertentu sebagai landasan pengambilan keputusan dalam pembelajaran. Sebaliknya, penilaian (penentuan kualitas) tidak dapat dilakukan tanpa didahului dengan proses pengukuran.
Jadi, dapat diartikan bahwa asesmen pembelajaran adalah proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk landasan pengambilan keputusan tentang siswa baik yang menyangkut kurikulumnya, program pembelajarannya, iklim sekolah maupun kebijakan-kebijakan sekolah. Keputusan tentang siswa ini termasuk bagaimana guru mengelola pembelajaran di kelas, bagaimana guru menempatkan siswa pada program-program pembelajaran yang berbeda, tingkatan tugas-tugas untuk siswa yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing, bimbingan dan penyuluhan, dan mengarahkan mereka pada studi lanjut. Keputusan tentang kurikulum dan program sekolah, termasuk pengambilan keputusan tentang efektifitas program ataupun langkah-langkah untuk meningkatkan kemampuan siswa dengan remidial teaching. Kemudian, keputusan untuk kebijakan pendidikan menyangkut kebijakan di tingkat sekolah, kabupaten, maupun nasional. Sehingga ketika pembahasan tentang kompetensi untuk melakukan asesmen tentang siswa akan meliputi bagaimana guru mengkoleksi semua informasi untuk membantu siswa dalam mencapai target pembelajaran, sehingga teknik-teknik asesmen yang digunakan untuk mengkoleksi informasi ini, baik teknik yang bersifat formal maupun non formal dengan mengamati perilaku siswa dengan menggunakan paper and pencil test, unjuk kerja siswa dalam menyelesaikan pekerjaan rumah, tugas-tugas di laboratorium maupun keaktifan diskusi selama proses pembelajaran. Semua informasi tersebut dianalisis sebagai laporan kemajuan siswa.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa asesmen pembelajaran bermanfaat untuk: (1) memberi penjelasan secara lengkap tentang target pembelajaran yang dapat dijelaskan; sebelum pendidik melakukan asesmen terhadap siswanya terlebih dulu harus mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan siswa, informasi yang dibutuhkan tentang pengetahuan, keterampilan, dan performa siswa. Pengetahuan, keterampilan dan performa siswa yang dibutuhkan dalam pembelajaran disebut dengan target atau hasil pembelajaran; (2) memilih teknik asesmen untuk kebutuhan masing-masing siswa, bila mungkin guru dapat menggunakan beberapa indikator keberhasilan untuk setiap taget pembelajaran; masing masing target pembelajaran memerlukan pemilihan teknik asesmen yang berbeda, misalnya untuk dapat melakukan asesmen kemampuan siswa dalam pemecahan masalah dalam matematika tentu akan sangat berbeda dengan kemampuan membaca atau mendengarkan, dan berbeda pula untuk pemecahan masalah IPS yang memerlukan diskusi; (3) memilih teknik asesmen untuk setiap target pembelajaran, pemilihan teknik asesmen harus didasarkan pada kebutuhan praktis di lapangan dan efisiensi. Teknik asesmen ini harus dapat mengungkapkan kemampuan khusus serta untuk mengembangkan kemampuan siswa, sehingga ketika memilih teknik asesmen harus pula dipertimbangkan manfaatnya untuk umpan balik bagi siswa. Sebab itu, ketika melakukan interpretasi dari hasil asesmen haruslah dengan cermat, dengan menghindari berbagai keterbatasan yang bersumber dari subyektifitas pelaksana asesmen.
Dengan berlandaskan pada uraian di atas, Kita dapat membuat suatu pemahaman yang lebih pasti tentang asesmen pembelajaran yaitu:
1) Asesmen merupakan bagian integral dari proses pembelajaran, sehingga tujuan asesmen harus sejalan dengan tujuan pembelajaran; sebagai upaya utuk mengumpulkan berbagai informasi dengan berbagai teknik; sebagai bahan pertimbangan penentuan tingkat keberhasilan proses dan hasil pembelajaran; oleh karenanya asesmen hendaknya dilakukan dengan perencanaan yang cermat.
2) Asesmen harus didasarkan pada tujuan pembelajaran secara utuh dan memiliki kepastian kriteria keberhasilan, baik kriteria dari keberhasilan proses belajar yang dilakukan siswa, ataupun kriteria keberhasilan dari kegiatan mengajar yang dilakukan oleh pendidik, serta keberhasilan program pembelajaran secara keseluruhan.
3) Untuk memperoleh hasil asesmen yang maksimal yang dapat menggambarkan proses dan hasil yang sesungguhnya, asesmen dilakukan sepanjang kegiatan pengajaran ditujukan untuk memotivasi dan mengembangkan kegiatan belajar anak, kemampuan mengajar guru dan untuk kepentingan penyempurnaan program pengajaran.
4) Terkait dengan evaluasi, asesmen pada dasarnya merupakan alat (the means) dan bukan merupakan tujuan (the end), sehingga asesmen merupakan sarana yang digunakan sebagai alat untuk melihat dan menganalisis apakah siswa telah mencapai hasil belajar yang diharapkan serta untuk mengetahui apakah proses pembelajaran telah sesuai dengan tujuan atau masih memerlukan pengembangan dan perbaikan.
Dalam pelaksanaannya, asesmen pembelajaran merupakan kegiatan yang berkaitan dengan mengukur dan menilai aspek psikis yang berupa proses dan hasil belajar yang bersifat abstrak, karena itu asesmen hendaknya dilakukan dengan cermat dan penuh perhitungan termasuk memperhatikan berbagai keterbatasan sebagai berikut.
a. Untuk pengukuran suatu konstruk, khususnya konstruk psikologis yang bersifat abstrak tidak ada pendekatan tunggal yang dapat diberlakukan dan diterima secara universal, termasuk dalam kegiatan asesmen yang bertujuan untuk mengukur proses pembelajaran dan pemahaman siswa terhadap seperangkat materi yang dipersyaratkan, maka dalam pelaksanaannya harus digunakan bermacam pendekatan untuk tujuan yang berbeda-beda dan dilakukan dalam berbagai kesempatan sepanjang rentang waktu berlangsungnya proses pembelajaran.
b. Pengukuran aspek psikologis termasuk pengukuran proses dan hasil pembelajaran pada umumnya dikembangkan berdasar atas sampel tingkah laku yang terbatas, sehingga untuk dapat menjadi sumber informasi yang akurat, asesmen dilakukan dengan perencanaan yang matang dan dilakukan dengan cermat, dengan memperhatikan perolehan sampel yang memadai dari domain tingkah laku dalam pengembangan prosedur dan alat ukur yang baik.
c. Perlu dipahami bahwa hasil pengukuran dan nilai yang diperoleh dalam asesmen proses dan hasil belajar mengandung kekeliruan. Angka yang diperoleh sebagai hasil pengukuran (dengan menggunakan tes ataupun nontes) berupa: Thrue score + Error, untuk itu kegiatan pengukuran dalam prosedur asesmen yang baik harus dipersiapkan sedemikian rupa sehingga dapat memperkecil kekeliruan (error). Kesalahan dalam proses asesmen dapat bersumber dari alat ukur, dari gejala yang diukur, maupun interpretasi terhadap hasil pengukuran tersebut.
d. Pendefinisian suatu satuan yang menyangkut kualitas/kemampuan psikologis pada skala pengukuran merupakan masalah yang cukup pelik, mengingat bahwa kenyataan hasil belajar merupakan suatu kualitas pemahaman siswa terhadap materi, sedang dalam pelaksanaan tes pengukuran hasil belajar, pengajar diharuskan memberikan kuantitas yang berupa angka-angka pada kualitas dari suatu gejala yang bersifat abstrak.
e. Konstruk psikologis termasuk proses dan hasil pembelajaran tidak dapat didifinisikan secara tunggal atau berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan konstruk yang lain. Dengan demikian dalam pelaksanaan evaluasi diperlukan adanya kesungguhan dan kecermatan yang tinggi, sehingga berbagai keterbatasan-keterbatasan tersebut dapat dikurangi.
BAB III FUNGSI, TUJUAN, DAN PRINSIP ASESMEN
Implikasi dari pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada penilaian adalah perlunya penyesuaian terhadap model dan teknik penilaian yang dilaksanakan di kelas. Penilaian kelas terdiri atas penilaian eksternal dan internal. Penilaian ekternal merupakan penilaian yang dilakukan oleh pihak lain yang tidak melaksanakan proses pembelajaran, yaitu suatu lembaga independen, yang di antaranya mempunyai tujuan sebagai pengendali mutu. Adapun penilaian internal adalah penilaian yang direncanakan dan dilakukan oleh pengajar pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Pengembangan sistem penilaian berbasis kompetensi dasar mencakup beberapa hal, yaitu: (1) standar kompetensi, adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan dalam setiap mata pelajaran yang memiliki implikasi yang sangat signifikan dalam perencanaan, metodologi dan pengelolaan penilaian, (2) kompetensi dasar, adalah kemampuan minimal dalam rangka mata pelajaran yang harus dimiliki lulusan; (3) rencana penilaian, jadwal kegiatan penilaian dalam satu semester dikembangkan bersamaan dengan pengembangan silabus; (4) proses penilaian, pemilihan dan pengembangan teknik penilaian, sistem pencatatan dan pengelolaan proses; dan (5) proses implementasi menggunakan berbagai teknik penilaian.
Berdasarkan Pedoman Penilaian Kelas Untuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah yang dikeluarkan oleh Balitbang Depdiknas (2006), dinyatakan bahwa salah satu penilaian internal yang disyaratkan adalah penilaian kelas. Penilaian kelas merupakan bagian dari penilaian untuk mengetahui hasil belajar siswa terhadap penguasaan kompetensi yang diajarkan oleh pendidik, dan bertujuan untuk menilai tingkat pencapaian kompetensi peserta didik yang dilaksanakan pada saat pembelajaran berlangsung dan akhir pembelajaran. Penilaian hasil belajar ini dilakukan oleh guru untuk memantau proses, kemajuan, perkembangan hasil belajar peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kemampuan yang diharapkan secara berkesinambungan. Penilaian juga dapat memberikan umpan balik kepada guru agar dapat menyempurnakan perencanaan dan proses pembelajaran.
Pada bagian ini secara berturut-turut akan dibahas tentang pengertian, fungsi, tujuan dan prinsip penilaian berbasis kelas.
1. Penilaian Kelas. Penilaian kelas pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan pendidik yang terkait dengan pengambilan keputusan tentang pencapaian kompetensi atau hasil belajar peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran. Untuk kepentingan itu dilakukan pengumpulan data sebagai informasi akurat untuk pengambilan keputusan. Pengumpulan data dengan prosedur dan alat penilaian yang sesuai dengan kompetensi dasar atau indikator yang akan dinilai yang dalam subunit terdahulu kita sebut dengan asesmen. Dari proses asesmen ini, pendidik akan memperoleh potret atau profil kemampuan peserta didik dalam mencapai sejumlah standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dirumuskan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) masing-masing sekolah.
Ketika Kita berdiri sebagai seorang guru, maka dalam melaksanakan penilaian kelas Kita harus paham bahwa penilaian kelas merupakan suatu proses yang dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, penyusunan alat penilaian, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti untuk menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik, pengolahan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik. Penilaian kelas dilaksanakan melalui berbagai teknik, seperti penilaian unjuk kerja (performance), penilaian sikap, penilaian tertulis (paper and pencil test), penilaian proyek, penilaian produk, penilaian melalui kumpulan hasil kerja peserta didik (portfolio), dan penilaian diri (self assessment).
Sebagai pendidik, Kitaharus dapat mengupayakan agar proses penilaian hasil belajar yang Kita lakukan baik secara formal maupun informal dapat dilaksanakan dalam suasana yang menyenangkan. Hal ini penting diperhatikan sehingga memungkinkan peserta didik secara optimal dapat mengaktualisasikan apa saja yang sudah dipahami dan apa yang telah mampu dikerjakannya. Dalam pelaksanaan penilaian kelas ini pendidik akan membandingkan hasil belajar peserta didik dalam periode waktu tertentu dengan hasil yang dimiliki peserta didik tersebut sebelumnya atau dengan kriteria tertentu dan sebaiknya, hasil belajar siswa ini tidak dibandingkan dengan peserta didik lainnya. Pembandingan semacam ini disebut dengan penilaian acuan patokan atau penilaian acuan kriteria. Mungkin Kita bertanya, mengapa penilaian kelas atau asesmen berbasis kelas ini dianjurkan untuk digunakan. Alasannya adalah karena penilaian kelas mempunyai beberapa keunggulan yang tidak dimiliki oleh model asesmen yang lain (sumber Balitbang Depdiknas, 2006), seperti berikut:
a. Dalam asesmen berbasis kelas, pengumpulan data sebagai informasi kemajuan belajar baik formal maupun informal harus selalu dilaksanakan dalam suasana yang menyenangkan, hal ini memungkinkan adanya kesempatan yang terbaik bagi siswa untuk menunjukkan apa yang dipahami dan mampu dikerjakannya.
b. Hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik tidak untuk dibandingkan dengan hasil belajar siswa lain ataupun prestasi kelompok, tetapi dengan prestasi atau kemampuan yang dimiliki sebelumnya; atau dengan kompetensi yang dipersyaratkan, sehingga dengan demikian siswa tidak terdiskriminasi dalam klasifikasi lulus atau tidak lulus, pintar atau bodoh, bisa masuk ranking berapa, dan sebagainya, tetapi lebih diarahkan pada fungsi motivasi, dan bantuan agar siswa dapat mencapai kompetensi yang dipersyaratkan.
c. Pengumpulan informasi dalam asesmen berbasis kelas ini harus dilakukan dengan menggunakan variasi cara, dilakukan secara berkesinambungan sehingga gambaran kemampuan siswa dapat lebih lengkap terdeteksi, dan terpotret secara akurat.
d. Dalam pelaksanaannya siswa tidak sekedar dilatih memilih jawaban yang tersedia, tetapi lebih dituntut untuk dapat mengeksplorasi dan memotivasi diri untuk mengerahkan potensinya dalam menanggapi dan memecahkan masalah yang dihadapi dengan caranya sendiri dan sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.
e. Proses pengumpulan informasi untuk dapat menentukan ada tidaknya kemajuan belajar yang dicapai siswa dan perlu tidaknya siswa diberikan bantuan secara terencana, bertahap, dan berkesinambungan, sehingga dengan demikian siswa diberi kesempatan memperbaiki prestasi belajarnya, dengan pemberian bantuan dan bimbingan yang sesuai.
f. Penilaian tidak hanya dilaksanakan setelah proses belajar-mengajar (PBM) tetapi dapat dilaksanakan ketika PBM sedang berlangsung (penilaian proses). Hasil kerja atau karya siswa yang berbentuk 2 dimensi yang dapat dikumpulkan dalam portofolio dan yang berbentuk 3 dimensi (produk) terutama dihasilkan melalui PBM. Karya tersebut dapat juga bersumber atau berasal dari berbagai kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan sekolah, kegiatan OSIS, kegiatan lomba antar sekolah, bahkan kegiatan hobi pribadi. Dengan demikian, penilaian kelas mengurangi dikhotomi antara PBM dan kegiatan penilaian serta antara kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.
g. Kriteria penilaian karya siswa dapat dibahas, dikompromikan antara guru dengan para siswa sebelum karya itu mulai dikerjakan; dengan demikian siswa mengetahui kriteria yang akan digunakan dalam penilaian, agar berusaha mencapai harapan (expectations) (standar yang dituntut) guru, dan mendorong siswa untuk mengarahkan karya-karya nya sesuai dengan kriteria yang telah disepakati.
2. Tujuan Asesmen Berbasis kelas. Pertanyaan yang kemudian muncul untuk Kita adalah apakah Kita tahu secara persis apakah sebenarnya tujuan dari penilaian kelas. Secara rinci tujuan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Dengan melakukan asesmen berbasis kelas ini pendidik dapat mengetahui seberapa jauh siswa dapat mencapai tingkat pencapai kompetensi yang dipersyaratkan, baik selama mengikuti pembelajaran dan setelah proses pembelajaran berlangsung.
b. Saat melaksanakan asesmen ini, Kita sebagai pendidik juga akan bisa langsung memberikan umpan balik kepada peserta didik, sehingga tidak pelu lagi menunda atau menunggu ulangan semester untuk bisa mengetahui kekuatan dan kelemahannya dalam proses pencapaian kompetensi.
c. Dalam asesmen berbasis kelas ini, Kita juga secara terus menerus dapat melakukan pemantauan kemajuan belajar yang dicapai setiap peserta didik, sekaligus Kita dapat mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami peserta didik sehingga secara tepat dapat menentukan siswa mana yang perlu pengayaan dan siswa yang perlu pembelajaran remedial untuk mencapai kompetensi yang dipersyaratkan.
d. Hasil pemantauan kemajuan proses dan hasil pembelajaran yang dilakukan terus menerus tersebut juga akan dapat dipakai sebagai umpan balik bagi Kita untuk memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan, dan sumber belajar yang digunakan, sesuai dengan kebutuhan materi dan juga kebutuhan siswa.
e. Hasil-hasil pemantauan tersebut, kemudian dapat Kita jadikan sebagai landasan untuk memilih alternatif jenis dan model penilaian mana yang tepat untuk digunakan pada materi tertentu dan pada mata pelajaran tertentu, yang sudah barang tentu akan berbeda. Kita sebagai pendidik yang tahu persis pertimbangan pemilihannya.
f. Hasil dari asesmen ini dapat pula memberikan informasi kepada orang tua dan komite sekolah tentang efektivitas pendidikan, tidak perlu menunggu akhir semester atau akhir tahun. Komunikasi antara pendidik, orang tua dan komite harus dijalin dan dilakukan terus menerus sesuai kebutuhan
3. Fungsi Asesmen Berbasis kelas. Kita semua telah tahu bahwa tugas pendidik adalah mendesain materi dan situasi di kelas agar siswa dapat belajar untuk mencapai kompetensi yang dipersyaratkan. Setelah Kita mempelajari apa keunggulan dan tujuan dari asesmen khusunya asesmen berbasis kelas, maka perlu pula diketahui fungsi dari penilaian kelas tersebut. Secara rinci fungsi dari penilaian kelas dapat dijelaskan sebagai berikut (Diknas, 2006):
a. Kalau tujuan pembelajaran adalah pencapaian standar kompetensi maupun kompetensi dasar, maka penilaian kelas ini dapat menggambarkan sejauhmana seorang peserta didik telah menguasai suatu kompetensi.
b. Asesmen berbasis kelas dapat berfungsi pula sebagai landasan pelaksanaan evaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan, dalam hal ini terkait erat dengan peran guru sebagai pendidik sekaligus pembimbing.
c. Sejalan dengan tujuan asesmen yang telah dikemukakan di atas maka salah satu fungsi asesmen berbasis kelas ini adalah menemukan kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan peserta didik dan sebagai alat diagnosis yang membantu pendidik menentukan apakah seorang siswa perlu mengikuti remedial atau justru memerlukan program pengayaan.
d. Dengan demikian asesmen juga akan berfungsi sebagai upaya pendidik untuk dapat menemukan kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran yang telah dilakukan ataupun yang sedang berlangsung. Temuan ini selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar penentuan langkah perbaikan proses pembelajaran berikutnya, guna peningkatan capaian hasil belajar siswa.
e. Kesemuanya dapat dipakai sebagai kontrol bagi guru sebagai pendidik dan semua stake holder pendidikan dalam lingkup sekolah tentang gambaran kemajuan perkembangan proses dan hasil belajar peserta didik
BAB IV CAKUPAN, JENIS DAN TEKNIK ASESMEN PEMBELAJARAN
Setelah memahami pengertian, tujuan maupun fungsi dari asesmen, maka selanjutnya Kita perlu mencermati ruang lingkup, jenis dan teknik asesmen pembelajaran. Penilaian hasil belajar idealnya dapat mengungkap semua aspek pembelajaran, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, sebab siswa yang memiliki kemampuan kognitif baik saat diuji , misalnya dengan paper-and-pencil test belum tentu dapat menerapkan dengan baik pengetahuannya dalam mengatasi permasalahan kehidupan (Green, 1975). Penilaian hasil belajar sangat terkait dengan tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran. Pada umumnya tujuan pembelajaran mengikuti pengklasifikasian hasil belajar yang dilakukan oleh Bloom pada tahun 1956, yaitu cognitive, affective dan psychomotor. Kognitif (cognitive) adalah ranah yang menekankan pada pengembangan kemampuan dan ketrampilan intelektual. Afektif (affective) adalah ranah yang berkaitan dengan pengembangan pengembangan perasaan, sikap nilai dan emosi, sedangkan psikomotor (psychomotor) adalah ranah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan atau keterampilan motorik. Kita perlu pula mempelajari jenis dan teknik asesmen ketiga ranah hasil belajar tersebut.
1. Cakupan Ranah Asesmen.
Cakupan asesmen terkait dengan ranah hasil belajar dalam konteks Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberlakukan. Hal ini merupakan penjabaran dari stándar isi dan stándar kompetensi lulusan. Di dalamnya memuat kompetensi secara utuh yang merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai karakteristik masing-masing mata pelajaran. Muatan dari stándar isi pendidikan adalah stándar kompetensi dan kompetensi dasar. Satu stándar kompetensi terdiri dari beberapa kompetensi dasar dan setiap kompetensi dasar dijabarkan ke dalam indikator-indikator pencapaian hasil belajar yang dirumuskan atau dikembangkan oleh guru dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi sekolah/daerah masing-masing.
Indikator-indikator yang dikembangkan tersebut merupakan acuan yang digunakan untuk menilai pencapaian kompetensi dasar bersangkutan. Teknik penilaian yang digunakan harus disesuaikan dengan karakteristik indikator, standar kompetensi dasar dan kompetensi dasar yang diajarkan oleh guru. Tidak menutup kemungkinan bahwa satu indikator dapat diukur dengan beberapa teknik penilaian, hal ini karena memuat domain kognitif, afektif, dan psikomotor.
Seperti diuraikan di atas, umumnya tujuan pembelajaran mengikuti pengklasifikasian hasil belajar yang dilakukan oleh Bloom pada tahun 1956, yaitu cognitive, affective, dan psychomotor. Benjamin Bloom (1956) mengelompokkan kemampuan manusia ke dalam dua ranah (domain) utama yaitu ranah kognitif dan ranah non-kognitif. Ranah non-kognitif dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu ranah afektif dan ranah psikomotor. Setiap ranah diklasifikasikan secara berjenjang mulai dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
a. Ranah Kognitif
Dalam hubungannya dengan satuan pelajaran, ranah kognitif memegang tempat utama, terutama dalam tujuan pengajaran di SD, SMTP, dan SMU. Aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang, yaitu aspek pengetahuan, pemahanan, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
1) Pengetahuan (knowledge), dalam jenjang ini seseorang dituntut dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya. Kata-kata operasional yang digunakan, yaitu: mendefinisikan, mendeskripsikan, mengidentifikasikan, mendaftarkan, menjodohkan, menyebutkan, menyatakan dan mereproduksi.
2) Pemahaman (comprehension), kemampuan ini menuntut siswa memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal lain. Kemampuan ini dijabarkan menjadi tiga, yakni; (a) menterjemahkan, (b) menginterpretasikan, dan (c) mengekstrapolasi. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: memperhitungkan, memperkirakan, menduga, menyimpulkan, membedakan, menentukan, mengisi, dan menarik kesimpulan.
3) Penerapan (aplication), adalah jenjang kognitif yang menuntut kesanggupan menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, serta teori-teori dalam situasi baru dan konkret. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, menemukan, memanipulasikan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan, dan menggunakan.
4) Analisis (analysis adalah tingkat kemampuan yang menuntut seseorang untuk dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen pembentuknya. Kemampuan analisis diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu; (a) analisis unsur, (b) analisis hubungan, (c) analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi. Kata-kata operasional yang umumnya digunakan antara lain: memperinci, mengilustrasikan, menyimpulkan, menghubungkan, memilih, dan memisahkan.
5) Sintesis (synthesis), jenjang ini menuntut seseorang untuk dapat menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai faktor. Hasil yang diperoleh dapat berupa: tulisan, rencana atau mekanisme. Kata operasional yang digunakan terdiri dari: mengkatagorikan, memodifikasikan, merekonstruksikan, mengorganisasikan, menyusun, membuat design, menciptakan, menuliskan, dan menceritakan.
6) Evaluasi (evaluation) adalah jenjang yang menuntut seseorang untuk dapat menilai suatu situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep berdasarkan suatu kriteria tertentu. Hal penting dalam evaluasi ialah menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga siswa mampu mengembangkan kriteria, standar atau ukuran untuk mengevaluasi sesuatu. Kata-kata operasional yang dapat digunakan antara lain: menafsirkan, menentukan, menduga, mempertimbangkan, membenarkan, dan mengkritik.
b. Ranah Afektif
Secara umum ranah afektif diartikan sebagai internalisasi sikap yang menunjuk ke arah pertumbuhan batiniah yang terjadi bila individu menjadi sadar tentang nilai yang diterima dan kemudian mengambil sikap sehingga kemudian menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan menentukan tingkah lakunya. Jenjang kemampuan dalam ranah afektif yaitu:
1) Menerima (Receiving), diharapkan siswa peka terhadap eksistensi fenomena atau rangsangan tertentu. Kepekaan ini diawali dengan penyadaran kemampuan untuk menerima dan memperhatikan. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: menanyakan, memilih, mendeskripsikan, memberikan, mengikuti, menyebutkan.
2) Menjawab (Responding), siswa tidak hanya peka pada suatu fenomena, tetapi juga bereaksi terhadap salah satu cara. Penekanannya pada kemauan siswa untuk menjawab secara sukarela, membaca tanpa ditugaskan. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: menjawab, membantu, melakukan, membaca, melaporkan, mendiskusikan, dan menceritakan.
3) Menilai (valuing), diharapkan siswa dapat menilai suatu obyek, fenomena atau tingkah laku tertentu dengan cukup konsisten. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain; melengkapi, menerangkan, membentuk, mengusulkan, mengambil bagian, memilih, dan mengikuti.
4) Organisasi (organization), tingkat ini berhubungan dengan menyatukan nilai- nilai yang berbeda, menyelesaikan/memecahkan masalah, membentuk suatu sistem nilai. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: mengubah, mengatur, menggabungkan, membandingkan, mempertahankan, menggeneralisasikan, dan memodifikasikan.
c. Ranah Psikomotor
Berkaitan dengan gerakan tubuh atau bagian-bagiannya mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Perubahan pola gerakan memakan waktu sekurang-kurangnya 30 menit. Kata operasional untuk aspek psikomotor harus menunjuk pada aktualisasi kata-kata yang dapat diamati, yang meliputi:
1) Muscular or motor skill; mempertontonkan gerak, menunjukkan hasil, melompat, menggerakkan, dan menampilkan.
2) Manipulations of materials or objects; mereparasi, menyusun, membersihkan, menggeser, memindahkan, dan membentuk.
3) Neuromuscular coordination; mengamati, menerapkan, menghubungkan, menggandeng, memadukan, memasang, memotong, menarik, dan menggunakan. (Poerwanti E., 2001)
Evaluasi terhadap ranah-ranah yang dikemukakan Bloom melalui prosedur tes memiliki beberapa kelebihan, disamping juga memiliki banyak kekurangan, seperti; (1) setiap soal yang digunakan dalam suatu tes umumnya mempunyai jawaban tunggal, (2) tes hanya berfokus pada skor akhir dan tidak terfokus pada bagaimana siswa memperoleh jawaban, (3) tes mengendalikan pembelajaran di kelas, (4) tes kurang mampu mengungkapkan bagaimana siswa berpikir, (5) kadang-kadang tes tidak mampu menggambarkan prestasi sebenarnya dari siswa, dan (6) tes tidak mampu mengukur semua aspek belajar.
Apabila dikaji kembali, hafalan merupakan kemampuan seseorang dalam tingkatan yang paling rendah dalam taksonomi Bloom. Orin A. dan David R. (2001), menyatakan, dalam taksonomi Bloom kemampuan seseorang diklasifikasikan menjadi tingkat tinggi dan tingkat rendah. Tingkat rendah terdiri dari; pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi, sedang kemampuan tingkat tinggi meliputi analisis, sintesis, evaluasi, dan kreativitas. Johnson dan Harris (2002) mengemukakan, berpikir tingkat tinggi terdiri dari berpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kreatif adalah kemampuan melakukan generalisasi dengan menggabungkan, merubah, atau mengulang-ngulang kembali keberadaan ide-ide tersebut. Adapun kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan memberikan rasionalisasi terhadap sesuatu dan mampu memberikan penilaian terhadap sesuatu tersebut. Lemahnya keterampilan siswa dalam berpikir bahkan hanya terampil dalam menghafal tidak terlepas dari kebiasaan guru dalam melakukan evaluasi akhir siswa yang hanya mengukur tingkat kemampuan yang rendah saja melalui tes tertulis (paper and pencil test). Siswa yang mempunyai kemampuan berpikir tingkat tinggi jika tidak diberikan kesempatan untuk mengembangkan dan tidak diarahkan maka kemampuannya tidak dapat berkembang.
Berkaitan dengan kegiatan asesmen, perlu dipahami implikasi dari penerapan standar kompetensi pada proses penilaian yang dilakukan oleh guru, baik yang bersifat formatif maupun sumatif harus menggunakan acuan kriteria. Untuk itu dalam menerapkan standar kompetensi harus dikembangkan penilaian berkelanjutan (continous authentic assessment) yang menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi. Guru diberi kebebasan merancang pembelajarannya dan melakukan penilaian (assesment) terhadap prestasi siswa termasuk di dalamnya merancang sistem pengujiannya. Permasalahan ini akan dibahas tersendiri pada Unit 5. Paparan tersebut dapat dicermati dalam Tabel berikut yang menggambarkan pengertian dan cakupan dari ranah asesmen (Depdiknas, 2004).
Tingkatan Domain Kognitif
Tingkat | Deskripsi |
I. Pengetahuan | Arti: Pengetahuan terhadap fakta, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, rumus, teori, dan kesimpulan.
Contoh kegiatan belajar: mengemukakan arti, menamakan, membuat daftar, menentukan lokasi, mendeskripsikan sesuatu, menceritakan apa yang terjadi, menguraikan apa yang terjadi. |
II. Pemahaman | Arti: Pengertian terhadap hubungan antar-faktor, antar konsep, dan antar-data, hubungan sebab-akibat, dan penarikan kesimpulan.
Contoh kegiatan belajar: mengungkapkan gagasan/pendapat dengan kata-kata sendiri, membedakan, membandingkan, mengintepretasi data, mendiskripsikan dengan kata-kata sendiri, menjelaskan gagasan pokok, menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri. |
III. Aplikasi | Arti: menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah atau menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh kegiatan belajar: menghitung kebutuhan, melakukan percobaan, membuat peta, membuat model, merancang strategi. |
IV. Analisis | Arti: Menentukan bagian-bagian dari suatu masalah, penyelesaian, atau gagasan dan menunjukkan hubungan antar-bagian tersebut.
Contoh kegiatan belajar: mengidentifikasi faktor penyebab, merumuskan masalah, mengajukan pertanyaan untuk memperoleh informasi, membuat grafik, mengkaji ulang. |
V. Sintesis | Arti: menggabungkan berbagai informasi menjadi satu kesimpulan atau konsep atau meramu/merangkai berbagai gagasan menjadi suatu hal yang baru.
Contoh kegiatan belajar: membuat desain, mengarang komposisi lagu, menemukan solusi masalah, memprediksi, merancang model mobil-mobilan, pesawat sederhana, menciptakan produk baru. |
VI. Evaluasi | Arti: Mempertimbangkan dan menilai benar-salah, baik-buruk, bermanfaat-tak bermanfaat.
Contoh kegiatan belajar: mempertahankan pendapat, beradu argumentasi, memilih solusi yang lebih baik, menyusun kriteria penilaian, menyarankan |
Asesmen pembelajaran di SD 1 - 27